Produk
Penyaluran Dana Bank Syariah
1. Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb, yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul
atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha .
Mudharabah adalah bantuk kerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam dalam berdagang atau akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal 100%, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola .
secara termonologi, para ulama fiqih mendefiniskan mudharabah dengan “pemilik modal menyerahkkan modalnya kepada pekerja atau pedagang untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi mililk bersamadan dibagi menurut kesepakatan bersama.
Apabila terjadi kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ditanggung ssepenuhnya oleh pemilik modal.
Ø Hukum
mudharabah dan dasar hukumnya
Akad mudharabah dibolehkan dalam islam karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutar uang
.
Alasan yang dikemukakan ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerja sama ini adalah firman Allah dalam surat Al-muzammil ayat 20 yang berbunyi :
Alasan yang dikemukakan ulama fiqh tentang kebolehan bentuk kerja sama ini adalah firman Allah dalam surat Al-muzammil ayat 20 yang berbunyi :
Artinya
:“……dan sebagian mereka berjalan dibumi mencari karunia Allah…..”(QS.
Al-muzammil :20)
Dari ayat diatas secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerja sama mencari rezeki yang ditebarkan allah diatas bumi. Kemudian dalam sabda rasulullah dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh abbas bin abdul muthalib yang artinya :
“Tuan kami abbas bin abdul muthalib jika menyerahkan hartanya(kepada seseorang yang oakar dalam pedalaman ) melalui akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit, tidak dapat bergerak/berjalan. Jika ketiga hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan abbas bin abdul muthalib ini sampai kepada rasulullah saw. Dan rasul mebolehkannya”(HR. Ath – thabrani).
Rukun
dan syarat mudharabah
Terdapat perbedaan pendapat ulama hanafiyyah dengan jumhur ulama dalam menetapkan rukun akad mudharabah. Ulama hanafiyyah menyatakan bahwa yang menjadi rukun dalam akad mudharabah hanyalah ijab dan qobul. Jika pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab dan qobul maka akd itu telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan jumhur ulama menyatakan bahwa rukun mudharabah terdiri dari atas orang yang berakal, mempunyai modal, mendapatkan keuntungan, dapat bekerja, dan akad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana yang telah dikemukakan ulama hanafiyyah akan tetapi, ulama memasukan rukun-rukun yang disebutkan jumhur ulama itu, selain ijab dan qobul, sebagai syarat
Ø akad
mudharabah.
Adapun
syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan oleh ulama
adalah :
- Yang
terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orang cakap
bertindak hukum, cakap diangkat sebagai wakil, karena pada sisi posisi
orang yang akan mengelola modal adalah wakil dari pemilik modal. Itulah
sebabnya, syarat-syarat seorang wakil juga berlaku bagi pengelola modal
dalam akad mudharabah.
- Yang
terkait dengan modal, disyaratkan:
a. Berbentuk
uang
b. Jelas
jumlahnya
c. Tunai
d. Diserahkan
sepenuhnya kepada pedagang kepada pengelola modal
- .Yang
terkait dengan keuntungan, disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus
jelas dan bagian masing-masing diambilkan dari keuntungan dagang tersebut
seperti, setengah, sepertiga atau seperempat.
Ø Berakhirnya
akad mudharabah :
- Masing-masing
pihak menyatakan akad batal, atau pekerja dilarang untuk bertindak hokum terhadap modal yang diberikan,
atau pemilik modal menariknya kembali.
2.
Salah seorang yang berakad meninggal.
3.
Salah seorang yang berakad kehilangan akal.
4.
Jika pemilik modal murtad (keluar dari agama islam)
5.
Modal habis ditangan pemiliknya sebelum diminta oleh pekerja.
Pembiayaan
mudharabah
a) Mudharabah
adalah suatu pengaturan ketika seseorang berpartisipasi dalam menyediakan
sumber pendanaan dari pihak lainnya menyediakan tenaganya, dan dengan
mengikutsertakan bank, unit trust, reksadana atau institusi dan orang lainnya.
b) Seorang
mudharib yang menjalankan bisnis dapat diartikan sebagai orang pribadi,
sekumpulan orang, atau suatu badan hokum dan badan usaha.
c) Rabbul
mal harus menyediakan investasinya dalam bentuk uang atau yang sejenisnya,
selain dari pada piutang, dengan nilai valuasi yang disepakati bersama yang
dilimpahkan pengelolaan sepenuhnya pada mudharib.
d) Pengelolaan
usaha mudharabah harus dilakukan secara khusus oleh mudharib dengan kerangka
mandate yang ditetapkan dalam kontrak mudharabah.
e) Keuntungan
harus dibagi dalam suatu proporsi yang disepakati dalam awal kontrak dan tidak
boleh ada pihak yang berhak untuk memperoleh nilai imbalan atau renumerasi yang
ditetapkan dimuka.
f) Kerugian
financial dari kegiatan usaha mudharabah harus ditanggung oleh rabbul mal
kecuali mudharib melakukan kecurangan, kelalaian atau kesalahan dalam mengelola
secara sengaja atau bertindak tidak sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan
dalam peerjanjian mudharabah.
g) Kewajiban
rabbul mal terbatas sebesar nilai investasinya kecuali dinyatalkan lain dalam
kontrak mudharabah.
h) Mudharabh
dapat bervariasi tipenya yang da[pat dengan satu atau banyak tujuan, bergulir
atau periode tertentu.
i)
Mudharib dapat menginvestasikan dananya
dalam bisnis mudharabah dengan persetujuan rabbul mal
Ø Penerapan
mudharabah dalam perbankan syariah:
Skema mudharabah adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahib al-mal berhubungan langsung dengan mudharib. Skema ini adalah skema standar yang dapat dijumpai dalam kitab-kitab klasik dalam fiqih islam.
Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan nabi dan para sahabat dan umatnya dan para umatnya. Dalam proses ini, yang terjadi aldah investasi langsung(direx financing) antara shahib amal(sebagai surplus dengan mudharib (senagai defisinit unit)dalam dirrct financing seperti ini peran bank sebagai lembaga perantara (intermediari) tidak ada.
2. Musyarakah/Syirkah
Secara
bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu
modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk
berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Landasan Syariah Akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari al-Qur’an, hadis dan ijma
1.
Dari al-Qur’an
” Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah ( yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).
” Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2.
Dari-Sunnah
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah
berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah
satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari
keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R.
Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu
bersama kedua orang yang berkongsi dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan
bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan
berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya
telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah
dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak
hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan
syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah memebrikan ketetapan kepada mereka.
3.
Ijma’
Kaum
Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah diperbolehkan, hanya saja mereka
berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis syirkah yang banyak variasinya itu.
Jenis-jenis Syirkah/Musyarokah
Jenis-jenis Syirkah/Musyarokah
Pada prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu Syirkah amlak (kepemilikan) dan syirkah Uqud ( terjadi karena kontrak). Syirkah kepemilikan ini ada dua macam yaitu ikhtiari dan jabari. Ikhtiyari terjadi karena karena kehendak dua orang atau lebih untuk berkongsi sedangkan jabari terjadi karena kedua orang atau lebih tidak dapat mengelak untuk berkongsi misalnya dalam pewarisan.
Sedangkan
syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau
lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian dan jika perkongsiannya itu
menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi bersama menurut saham dan
kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini memiliki banyak variasi yaitu
syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan Mudhorobah.
Rukun Syirkah
Menurut madzhab Hanafi hanya ada dua rukun dalam syirkah yaitu Ijab dan Qobul.
1. Syirkah ‘Inan
‘Inan
artinya sama dalam menyetorkan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan
suatu akad di mana dua orang atau lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama
memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan. Hukum jenis syirkah ini
merupakan titik kesepakatan di kalangan para fukoha. Demikan juga syirkah ini
merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktekkan kaum Muslimin di
sepanjang sejarahnya. Hal ini disebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih
mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan.
Salah satu dari patner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra
yang lain. Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara
yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntunganpun dapat dilakukan sesuai
dengan kesepakatan mereka bahkan diperbolehkan salah seorang dari patner
memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian
dan keuletan dari pada yang lain. Adapun kerugian harus dibagi menurut
perbandingan saham yang dimiliki oleh masing-masing patner.
2. Syirkah Mufawadhoh
Mufawadhoh
artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan syirkah mufawadhoh karena modal yang
disetor para patner dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau
proporsional. Jadi syirkah mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa
orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing patner
saling menaggung satu dengan lainnya dalam hak dan kewajiban. Dalam syirkah ini
tidak diperbolehkan satu patner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi
dari para patner lainnya. Yang perlu diperhatian dalam syirkah ini adalah
persamaan dalam segala hal di antara masing-masing patner.
3. Syirkah Wujuh
Syirkah
ini dibentuk tanpa modal dari para patner. Mereka hanya bermodalkan nama baik
yang diraihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah
ini terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang
baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan
kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini
kemudian dibagi menurut persyaratan yang telah disepakati antara mereka
.4. Syirkah Abdan (A’mal)
Syirkah
ini dibentuk oleh beberapa orang dengan modal profesi dan keahlian
masing-masing. Profesi dan keahlian ini bisa sama dan bisa juga berbeda.
Misalnya satu pihak tukang cukur dan pihak lainnya tukang jahit. Mereka menyewa
satu tempat untuk perniagaannya dan bila mendapatkan keuntungan dibagi menurut
kesepakatan di antara mereka. Syirkah ini dinamakan juga dengan syirkah shona’i
atau taqobul.
Syarat-syarat umum syirkah
- Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering kali satu patner mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan gesit.
- Keuntungan yang didapat nanti dari hasul usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing patner harus mengetahui saham keuntungannya seperti 10 % atau 20 % misalnya.
- Keuntungan harus disebar kepada semua patner.
Syarat-syarat
khusus
- Modal yang disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih berupah utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau beli. Tidak disyaratkan modal yang disetor oleh para patner itu dicampur satu sama lain. Karena syirkah ini dapat diwujudkan dengan akad dan bukan dengan modal.
- Modal harus berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak bergerak atau barang. Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran sehingga akan menimbulkan persengketaan di kemudian hari karena keuntungan yang dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor akibat sulitnya dinilai.
0 comments:
Post a Comment