Thursday, 19 September 2013

Filsafat Ilmu (Aksiologi)




AKSIOLOGI ILMU
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Ilmu)
Dosen Pembimbing
Drs. Muhammad Nur Yasin, M.Ag













Oleh :
Abdul Habyb Mudzakir





FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

September 2012



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan, disamping kesenian, kesusasteraan dan etika, adalah aspek budaya umat manusia. Jadi jelaslah bahwa tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan itu, akan seirama dengan tumbuh berkembangnya peradaban umat manusia.
Peradaban umat manusia, dimulai dengan kesadaran akan adanya Yang Maha Kuasa yang menumbuhkan keberagaman, dan diikuti dengan hasrat yang ingin tahu akan keberadaan dan proses yang terjadinya sesegala sesuatu di alam raya yangmelahirkan ilmu pengetahuan. Maka tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuantidak dilepaskan dari pertumbuhan ilmu filsafat yang membimbing dan memandunya ketingkat kedewasaannya. Boleh jadi peradaban modern yang kita nikmati sekarang ini mengisyaratkan telah dicapainya tingkat kedewasaan ilmu pengetahuan.

1.2  Rumusan Masalah
v  Apa tujuan dan manfaat ilmu pengetahuan?
v  Bagaimana etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan?

1.3  Tujuan Pembahasan
v  Untuk menjelaskan kepada mahasiswa tujuan dan manfaat ilmu pengetahuan.
v  Agar mahasiswa mangetahui etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aksiologi Ilmu
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya.
Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral. Pernyataan di sekitar batas wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.[1]
 Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi.
Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[2]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin ilmu khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu eksprresi keindahan. Ketiga, socio-political life yaitu kehidupan sosial politik.[3]
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang di maksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Ilmu tidak saja menjelaskan gejala-gejala alam untuk pengertian dan pemahaman. Namun lebih jauh lagi bertujuan memanipulasi factor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi Misal, ilmu mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir.
Bertrand Russell menyebut perkembangan ini sebagi peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan factor lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral bersangkutan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini berkaitan dengan masalah cara penggunaan pengetahuan ilmiah atau secara filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengmbangan konsep terdapat masalah moral yang di tinjau dari segi ontology keilmuan sedangkan dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.
Peradaban manusia bergerak seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Berkat kedua hal tersebut, pemenuhan kebutuhan manusia menjadi lebih mudah dan cepat. Namun, terdapat sisi buruk dari imu yaitu sejak dalam tahap pertama pertumbuhannnya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka. Mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatik maka dengan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya. Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk konkret yang berupa teknologi. Ilmu tidak saja bertujuan untuk menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman tetapi bertujuan untuk memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi.


2.2 Asas Penetapan Tujuan dan Manfaat Ilmu Pengetahuan
Tujuan penetapan ilmu pengetahuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari dari yang buruk ke dalam perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuan yang yang mempertanggung jawabkan perilaku ilmiahnya.
            Sebagai Ilmu yang tak terbatas, filsafat tidak hanya menyelidiki suatu bidang tertentu dari realitas tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan, termasuk filsafat itu tersendiri.
            Ketakterbatasan filsafat itulah yang amat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Ketakterbatasan filsafat ini tidak selalu berguna sebagai penghubung antardisiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, Dengan ketakterbatasan itu, filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan itu.





2.3 Etika dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Etika keilmuan merupakan etika normative yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.
            Tentunya amat sukar atau boleh dikatakan hampir tidak mungkin mengkaitkan Etika dengan Ilmu Pengetahuan atau sebaliknya, sebab Etika adalah aspek budi sedangkan ilmu pengetahuan adalah aspek akal dari umat manusia selaku umat tuhan yang berakal budi.
             Pada prinsipnya, ilmu pengetahuan itu memang bebas.  Namun demikian akal dan budi sebagai pembawaan kemanusiaan manusia itu memenag tidak sepenuhnya terpisahkan satu sama lain, setidak-tidaknya dalam hal kenyataan bahwa manusia akan lebih cerdas dan akan lebih mampu mengembangkan ilmu pengetahuaanya apabila hati dan fikiranya jernih.
             Dalam mengembangkan ilmu penetahuan, manusia disadarkan akan keterbatassanya dalam memahami rahasia alam dan hakekat kehidupannya serta didasarkan pula bahwa kemajuan dan peradaban umat manusia itu adalah hasil karya kolektif.
             Dalam nuansa kebersamaan yang saling asah-asih-asuh, kegotongroyongan yang saling membelajarkan demikian, dengan sendirinya lahir budaya komunikasi ilmiyah yang berwujud penulisan karya ilmiyah dan pertemuan ilmiyah.  Adalah kepuasan tersendiri bagi seorang peneliti yang menemukan hal hal baru dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di samping itu dalam semangat saling membelajarkan, para ilmuan bersemangat untuk berdiskusi membahas karya ilmiyah masing-masing maupun merancang pengembangan penelitian berikutnya.
            Jadi jelaslah bagi para ilmuan sejati, melalui kegiatan penelitiaanya, dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, akan sendirinya tertempa menjadi orang yang memiliki kualitas intelektual yang jujur, rebuka, kooperatif, obyektif, rasional, dan rendah hati.[4]





BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Tujuan penetapan ilmu pengetahuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari dari yang buruk ke dalam perilaku keilmuannya.
Ketakterbatasan filsafat itulah yang amat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Ketakterbatasan filsafat ini tidak selalu berguna sebagai penghubung antardisiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, Dengan ketakterbatasan itu, filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan itu.
Etika keilmuan merupakan etika normative yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.




DAFTAR PUSTAKA
Salam Burhanuddin, Logika Materi: Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarata: Reneka Cipata, 1997
Sumantri Suria, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990
Idi Abdullah, Filsafat Pendidikan, Jakarata: Gaya Media Pratama, 1997
Soedojo Peter, Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004
Maksum Ali, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008




[1] Burhanuddin Salam, Logika Materi: Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarata: Reneka Cipata, 1997)
[2] Suria Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990)
[3] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarata: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Ke-1. Hlm. 106
[4]  Peter Soedojo, Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Yogyakarta: Gadjah Mada University        Press, 2004

0 comments:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Pengumumam Seleksi Administrasi CPNS 2017 (Update 6 September 2017)

Hasil seleksi administrasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)  dan Mahkamah A...