PRODUK-PRODUK
PENGHIMPUN DANA PADA BANK SYARI’AH
A.
GIRO SYARI’AH
1.
Pengertian
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Nasabah yang memiliki simpanan giro
akan memperoleh nomor rekening. Jadi, giro merupakan dana yang disimpan di bank
pada rekening giro sebagai titipan yang dapat diambil sewaktu-waktu.
Pemilik simpanan giro dapat menarik dananya kapan saja saat
diperlukan asalkan saldonya cukup, baik untuk pembayaran maupun lainnya.
Pemilik simpanan giro dapat menarik dananya melalui bank lain, baik bank
syari’ah maupun bank konvensional. Penarikan simpanan giro yang dilakukan
melalui bank lain, disebut dengan kliring. Bank yang menerima setoran
cek dan/atau bilyet giro bank lain akan menagihkan kepada bank yang menerbitkan
cek dan/atau bilyet giro tersebut. Penagihannya dilakukan melalui lembaga
kliring setempat, yaitu Bank Indonesia atau bank yang ditunjuk sebagai lembaga
kliring oleh Bank Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah
Nasional telah mengeluarkan fatwa Nomor 01/DSN-MUI/VI/2000 yang menyatakan
bahwa giro yang dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan prinsip wadiah dan
mudharabah.
Simpanan giro sebenarnya bukan merupakan suatu simpanan
untuk mendapatkan hasil bunga, melainkan semata-mata dimanfaatkan sebagai
sarana memperlancar transaksi bisnis. Oleh karena itu, pada umumnya pemilik
rekening giro adalah pengusaha atau pemilik kegiatan yang membutuhkan alat
pembayaran berbentuk cek.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) ditetapkan
ketentuan tentang giro wadi’ah, diantaranya:
1)
Bersifat titipan.
Dalam hal titipan, maka orang yang dititipi berkewajiban
untuk memelihara dan menjaga barang titipan tersebut. Ia tidak dibenarkan
menggunakan dana yang dititipkan, kecuali atas izin pemiliknya.
2)
Titipan bisa diambil kapan saja.
Hal ini disebabkan sifatnya titipan, maka pemilik dana dapat
menarik dananya sewaktu-waktu dan pihak yang dititipi harus selalu siap
mengembalikan dana yang dititipkan.
3)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Sebab bersifat titipan pula, maka tidak ada kewajiban bagi
pihak yang menitipkan (nasabah) untuk memberikan imbalan apapun kepada bank,
dan bank tidak berkewajiban memberikan imbalan apapun kepada nasabah sekalipun
dananya sudah dikelola secara komersial. Namun pihak bank boleh memberikan
athaya (bonus) kepada nasabah dengan catatan tidak diperjanjikan di depan atau
dituangkan dalam akad. Jadi, athaya ini murni adalah hak bank, maka nasabah
tidak dapat menuntut untuk diberikan.
2.
Sarana Penarikan
a. Cek
(cheque)
Penarikan rekening giro dengan menggunakan cek, artinya penarikan dana
secara tunai, oleh karena itu cek juga berfungsi sebagai alat pembayaran. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 178 menjelaskan tentang cek
sebagai berikut:
·
Pada cek harus tertulis kata “CEK”.
·
Berisi perintah tak bersyarat untuk membayar
sejumlah uang tertentu.
·
Nama bank tertarik (bank yang harus membayar).
·
Disebutkan tanggal dan tempat cek dikeluarkan.
·
Tanda tangan penarik.
Jenis-jenis cek ada 5 jenis, diantaranya:
1)
Cek Atas Nama
Merupakan cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau
badan hukum tertentu yang tertulis jelas di dalam cek tersebut. Sebagai contoh
jika didalam cek tertulis perintah bayarlah kepada : Tn. Roy Akase sejumlah Rp
3.000.000,- atau bayarlah kepada PT. Marindo uang sejumlah Rp 1.000.000,- maka
cek inilah yang disebut dengan cek atas nama, namun dengan catatan kata
"atau pembawa" dibelakang nama yang diperintahkan dicoret.
2)
Cek Atas Unjuk
Cek atas unjuk merupakan kebalikan dari cek atas nama. Di
dalam cek atas unjuk tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu
jadi siapa saja dapat menguangkan cek atau dengan kata lain cek dapat diuangkan
oleh si pembawa cek. Sebagai contoh di dalam cek tersebut tertulis bayarlah
tunai, atau cash atau tidak ditulis kata-kata apa pun.
3)
Cek Silang
Cek Silang atau cross cheque merupakan cek yang dipojok kiri
atas diberi dua tanda silang. Cek ini sengaja diberi silang, sehingga fungsi
cek yang semula tunai berubah menjadi non tunai atau sebagai pemindahbukuan.
4)
Cek Mundur
Merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal
sekarang, misalnya hari ini tanggal 01 Mei 2002. Sebagai contoh. Tn. Roy Akase
bermaksud mencairkan selembar cek dan di mana dalam cek tersebut tertulis
tanggal 5 Mei 2002. jenis cek inilah yang disebut dengan cek mundur atau cek
yang belum jatuh tempo, hal ini biasanya terjadi karena ada kesepakatan antara
si pemberi cek dengan si penerima cek, misalnya karena belum memiliki dana pada
saat itu.
5)
Cek Kosong
Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya
tidak tersedia di dalam rekening giro. Sebagai contoh nasabah Tn. Rahman Hakim
menarik cek senilai 60 juta rupiah yang tertulis di dalam cek tersebut, akan
tetapi dana yang tersedia di rekening giro tersebut hanya ada 50 juta rupiah.
Ini berarti kekurangan dana sebesar 10 juta rupiah, apabila nasabah menariknya.
Jadi jelas cek tersebut kurang jumlahnya dibandingkan dengan jumlah dana yang
ada.
b. Bilyet
Giro
Bilyet giro digunakan oleh pemilik rekening giro apabila
akan melakukan penarikan secara non tunai atau pemindahbukuan. Syarat-syarat
dan tata cara penggunaan bilyet giro dalam kegiatan bank syari’ah diatur oleh
Bank Indonesia, di antaranya surat edaran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
SE BI No. 4/670 UPPB/PbB Tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan SE
BI No. 28/32/UPG Tanggal 01 Juli 1995.
Di dalam bilyet giro, terdapat masa kadaluarsa, yaitu 70
hari setelah tanggal penerbitannya. Sedangkan dalam bilyet giro, terdapat
tanggal penerbitan dan tanggal efektif. Tanggal efektif merupakan tanggal yang
ditetapkan bahwa bilyet giro mulai efektif dan dapat dipindahbukukan. Bila pemindahbukuan
dilakukan sebelum tanggal efektif, maka bank menolak permohonan pemindahbukuan.
3.
Karakteristik
Di bawah ini adalah beberapa karakteristik dari giro
wadi’ah, antara lain sebagai berikut:
1)
Harus dikembalikan utuh seperti semula sejumlah barang
yang dititipkan sehingga tidak boleh overdraft (cerukan).
2)
Dapat dikenakan
biaya titipan.
3)
Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan
barang.
4)
Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet
giro sesuai ketentuan yang berlaku.
5)
Jenis dan kelompok rekening sesuai ketentuan yang
berlaku dalam kegiatan usaha bank sepanjang tidak bertentangan dengan dengan
syariah.
6)
Dana wadi’ah hanya dapat digunakan seizin penitip.
Selanjutnya adalah giro mudharabah,
yakni giro yang berdasarkan prinsip mudharabah, diantara beberapa ketentuannya
adalah:
1)
Dalam transaksinya nasabah bertindak sebagai shahibul
maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau sebagai
pengelola dana.
2)
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3)
Modal harus
dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4)
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk
nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5)
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6)
Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
B.
TABUNGAN SYARI’AH
1. Pengertian
Tabungan adalah simpanan dana yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Para ahli perbankan tempo dulu memberikan pengertian
tabungan merupakan simpanan sementara, maksudnya simpanan untuk menunggu apakah
investasi (antara lain dalam bentuk deposito), untuk keperluan sehari-hari atau
konsumsi yang dapat ditarik sewaktu-waktu dalam bentuk giro.
Bank syari’ah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu
wadhi’ah dan mudharabah.
2. Sarana
Penarikan
a.
Buku Tabungan
Buku tabungan merupakan salah satu bukti bahwa nasabah
tersebut adalah nasabah penabung di bank syari’ah. setiap nasabah tabungan akan
diberikan buku tabungan, yaitu merupakan buku yang menggambarkan mutasi
setoran, penarikan, dan saldo atas setiap transaksi yang terjadi.
b.
Slip Penarikan
Slip penarikan merupakan formulir yang disediakan oleh bank
syari’ah untuk kepentingan nasabah yang ingin melakukan penarikan tabungan
melalui kantor bank syari’ah yang menerbitkan tabungan. Di dalam slip
penarikan, nasabah perlu mengisi nama pemilik rekening, nomor rekening, serta
jumlah penarikan, baik angka maupun huruf, kemudian menandatangani slip
penarikan. Setelah menyerahkan slip penarikan dan menyerahkan buku tabungan,
maka bank syari’ah akan membayarnya sebesar jumlah yang tertera dalam slip
tersebut yang telah ditandatangani oleh nasabah dan diserahkan kepada teller.
c.
ATM
ATM merupakan kepanjangan dari Automated Teller Machine atau
dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Anjungan Tunai Mandiri adalah
sebuah alat elektronik yang mengizinkan nasabah bank untuk mengambil uang dan
mengecek rekening tabungan nasabah tanpa perlu dilayani oleh seorang “teller”
manusia. ATM sering ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, seperti restoran,
pusat perbelanjaan, bandar udara, pasar, dan kantor-kantor bank itu sendiri.
d. Formulir
Transfer
Formulir transfer merupakan sarana lain yang disediakan bank
syari’ah selain sarana-sarana sebelumnya, yakni sarana pemindahbukuan yang
disediakan untuk nasabah dalam melakukan transfer. Fasilitas ini diberikan oleh
bank syari’ah kepada nasabah yang telah dikenal memiliki loyalitas yang tinggi
kepada bank syari’ah.
- Karakteristik
Karakteristik Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah, yaitu:
·
Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai
shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana.
·
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah
dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
·
Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam
bentuk tunai dan bukan piutang.
·
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam
bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
·
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional
tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
·
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Sedangkan karakteristik Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah:
1)
Bersifat titipan.
Dalam hal titipan, maka orang yang dititipi berkewajiban
untuk memelihara dan menjaga barang titipan tersebut. Ia tidak dibenarkan
menggunakan dana yang dititipkan, kecuali atas izin pemiliknya.
2)
Titipan bisa diambil kapan saja.
Hal ini disebabkan sifatnya titipan, maka pemilik dana dapat
menarik dananya sewaktu-waktu dan pihak yang dititipi harus selalu siap
mengembalikan dana yang dititipkan.
1)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Sebab bersifat titipan pula, maka tidak ada kewajiban bagi
pihak yang menitipkan (nasabah) untuk memberikan imbalan apapun kepada bank,
dan bank tidak berkewajiban memberikan imbalan apapun kepada nasabah sekalipun
dananya sudah dikelola secara komersial. Namun pihak bank boleh memberikan
athaya (bonus) kepada nasabah dengan catatan tidak diperjanjikan di depan atau
dituangkan dalam akad. Jadi, athaya ini murni adalah hak bank, maka nasabah
tidak dapat menuntut untuk diberikan.
0 comments:
Post a Comment