Saturday, 26 April 2014

al 'adatu muhakkamah ( اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ )



اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum”

Al-‘aadah muhkamah secara bahasa al-‘aadah diambil dari kata al-‘aud (العود) atau al-mu’awadah ( المعاودة) yang artinya berulang (التاكر ار).
Ibnu nuzaim mendifinisikan al-‘aadah dengan
عبارة عما يستقق ر في ا لنفو س من الا مو ر المتكررة المقبولة عند الطباع الساليمة
“sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam diri,perkara yang berulang-ulang yang biasa diterima oleh tabi’at(perangai)yang sehat.”
Menurut al-Jurjani:
العادة ا استمر النفس عليه على حكم المعقول وعا دوا اليه مرة بعد اخرى
“Al-‘aadah ialah sesuatu(perbuatan/perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal, dan manusia mengulang-ulanginya terus menerus”.
Para ulama mengartikan  al-‘aadah dalam pengertian yang sama dengan al-urf, karena substansinya sama, meskipun dengan ungkapan yang berbeda,misalnya al-‘urf di definisikan dengan:
العرف هو ما تعارف عليه الناس واعتاده فى اقوالهم وافعالهم حتى طار ذالك مطردا غالبا
‘urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ulangnya dalam ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan berlaku umum.”
Menurut abdul wahab khalaf:
العرف هو ما تعارفه النس وسار عليه من قول او فعل اوترك ويسمى العادة وفى لسان الشرعيين لافرق بين العرف والعادة

“al-‘urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, dari:perkataan,perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan.hal ini dinamakan pula dengan al-‘aadah.dan dalam bahasa ahli syara’ tidak ada perbedaan antara al-‘urf dan al-‘aadah.
Dari memperhatikan ta’rif-ta’rif diatas, dan juga ta’rif  yang diberikan oleh ulama-ulama, dapat di fahami bahwa al-‘urf dan al-‘aadah adalah semakna, yang merupakan perbuatan atau perkataan.
Keduanya harus betul-betul telah berulang-ulang di kerjakan oleh manusia,sehingga melekat pada jiwa, dibenarkan oleh akal dan pertimbangan yang sehat tabi’at yang sejahtera.
Hal yang demikian itu tentu merupakan hal yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara’.
Akan tetapi tidaklah termasuk dalam pengertian al-‘aadah dengan al-‘urf hal-hal yang membawa kerusakan, kedurhakaan dan tidak ada faedahnya sama sekali. Misalnya: mu’amalah dengan riba, judi,saling menipu ,dan sebagainya. Meskipun perbuatan-perbuatan itu telah menjadi kebiasaan dan bahkan mungkin sudah tidak dirasa lagi keburukannya.
Diantara perbuatan yang hukumnya oleh rosulullah SAW ditetapkan berdasarkan adat ialah seperti yang diterangkan hadist:
قدالنبي صلى الله وسلم المدينة وهم يسلفون فىالسمار السنة والسنتين فقال: من سلف في شمر فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم الى اجل معلوم ( اخرجه البجارى عن ابن عباس
“ketika nabi SAW datang dimadinah,mereka (penduduk madinah) telah biasa member uang panjar (uang muka) pada buah-buahan untuk waktu satu tahun atau dua tahun.”
“maka nabi bersabda:barang siapa yang memberi uang panjar pada buah-buahan, maka berikanlah uang panjar itu pada takaran yang tertentu, timbangan yang tertentu dan waktu yang tertentu.”
Demikianlah maka semua kebiasaan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara dalam muammalah seperti dalam jual beli,  sewa menyewa, kerja samanya pemilik sawah dengan penggarap dan sebagainya adalah merupakan dasar hokum, sehingga seandainya terjadi perselisihan diantara mereka, maka penyelesaiannya harus dikembalikan pada adat kebiasaan atau urf’ yang berlaku.
Dalam hubungannya dengan kaidah ini para fuqoha’ mengatakan:
كل ما ورد بهالثرع مطلقا ولا ظا بط له فيه ولا فى اللغة يرجه فيه الى العرف
“ semua yang datang dari syara’, secara mutlak, tidak ada ketentuannya dalam agama dan tidak ada dalam bahasa, maka dikembalikan kepada urf’.”
Seperti yang berlaku dalam jual beli, yaitu al-ihya’, menghidupkan tanah yang mati dan at-ta’rif  ,pengumuman tentang barang yang ditemukan, dan lain-lainnya.
Hal itu perlu adanya pemahaman dan pelaksanaannya juga dikembalikan pada kebiasaan yang berlaku dimana kesemuanya itu terjadi.

Dasar Hukum
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”
مَا رَءَاهُ اْلمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَءَاهُ المُسْلِمُوْنَ سَيْئًا فَهُوَ عِنْدَااللهِ سَيْءٌ
"Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam maka baik pula di sisi Allah, dan apa saja yang dipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allah pun digolongkan sebagai perkara yang buruk" (HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas'ud).

Macam-Macam Kaidah
1)       
اِسْتِعْمَالُ النَّاسِ حُجَّةٌ يَجِبُ العَمَلُ بِهَا

“Apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah (alasan/argument/dalil) yang wajib diamalkan”

Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan di masyarakat, menjadi pegangan, dalam arti setiap anggota masyarakat menaatinya.
Contoh: Apabila tidak ada perjanjian antara sopir truk dan kuli mengenai menaikkan dan menurunkan batu bata, maka sopir diharuskan membayar ongkos sebesar kebiasaan yang berlaku.
2)       

اِنَّمَا تُعْتَبَرُ العَادَةُ اِذَا اضْطَرَدَتْ اَو غَلَبَتْ

“Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah adat yang terus-menerus berlaku atau berlaku umum”

Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai adat kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau dengan kata lain sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi suatu adat untuk dapat dijadikan sebagai dasar hokum.
 Contoh: Apabila seorang yang berlangganan koran selalu diantar ke rumahnya, ketika koran tersebut tidak di antar ke rumahnya, maka orang tersebut dapat menuntut kepada pihak pengusaha koran tersebut.
3)       

العِبْرَةُ للِغَالِبِ الشَّا ئِعِ لاَ لِلنَّادِرِ
“Adat yang diakui adalah yang umumnya terjadi yang dikenal oleh manusia bukan dengan yang jarang terjadi”

Ibnu Rusydi menggunakan ungkapan lain, yaitu:
الحُكْمُ بِا لمُعْتَا دِلاَ بِا النَّادِرِ 
“Hukum itu dengan yang biasa terjadi bukan dengan yang jarang terjadi”

Contoh: Menetapkan hukum mahar dalam perkawinan namun tidak ada kejelasan berapa banyak ketentuan mahar, maka ketentuan mahar berdasarkan pada kebiasaan.

4)       
المَعْرُوْفُ عُرْفَا كَالْمَشْرُوْطِ شَرْطًا
“Sesuatu yang telah dikenal ‘urf seperti yang disyaratkan dengan suatu syarat”

Maksudnya adat kebiasaan dalam bermuamalah mempunyai daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat.
Contoh: Menjual buah di pohon tidak boleh karena tidak jelas jumlahnya, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan maka para ulama membolehkannya.




5)       
الْمَعْرُوْفُ بَيْنَ تُجَّارِ كَالْمَشْرُوْطِ بَيْنَهُمْ
“Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai syarat di antara mereka”

Sesuatu yang menjadi adat di antara pedagang, seperti disyaratkan dalam transaksi.
Contoh: Transaksi jual beli batu bata, bagi penjual untuk menyediakan angkutan sampai kerumah pembeli. Biasanya harga batu bata yang dibeli sudah termasuk biaya angkutan ke lokasi pembeli.

6)       

التَّعْيِيْنُ باِلْعُرْفِ كَالتَّعْيِيْنِ بِالنَّص
“Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan nash”

Penetapan suatu hukum tertentu yang didasarkan pada ‘urf dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai dasar hukum, maka kedudukannya sama dengan penetapan suatu hukum yang didasarkan pada nash.
Contoh: Apabila orang memelihara sapi orang lain, maka upah memeliharanya adalah anak dari sapi itu dengan perhitungan, anak pertama untuk yang memelihara dan anak yang kedua utuk yang punya, begitulah selanjutnya secara beganti-ganti.

7)       

المُمْتَنَعُ عَادَةً كَالْمُمْتَنَعِ حَقِيْقَةً
 “Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkan adat kebiasaan seperti yang tidak berlaku dalam kenyataan”

Maksud kaidah ini adalah apabila tidak mungkin terjadi berdasarkan adat kebiasaan secara rasional, maka tidak mungkin terjadi dalam kenyataannya.
Contoh: Seseorang mengaku bahwa tanah yang ada pada orang itu miliknya, tetapi dia tidak bisa menjelaskan dari mana asal-usul tanah tersebut.

8)       

الحَقِيْقَةُ تُتْرَكُ بِدَلاَلَةِ العَادَةِ
“Arti hakiki (yang sebenarnya) ditinggalkan karena ada petunjuk arti menurut adat”
Contoh: Apabila seseorang membeli batu bata sudah menyerahkan uang muka, maka berdasarkan adat kebiasaan akad jual beli telah terjadi, maka seorang penjual batu bata tidak bisa membatalkan jual belinya meskipun harga batu bata naik. 



9)       

الاِذْنُ العُرْفِ كَالاِذْنِ اللَفْظِى
“Pemberian izin menurut adat kebiasaan adalah sama dengan pemberian izin menurut ucapan”

Contoh: Apabila tuan rumah menghidangkan makanan untuk tamu tetapi tuan rumah tidak mempersilahkan, maka tamu boleh memakannya, sebab menurut kebiasaan bahwa dengan menghidangkan berarti mempersilahkannya.




2 comments:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com
Unknown said...

syukron sudah bagus, tapi kalau bisa daftar pustakanya.

Unknown said...

terimkasih banyak ilmunya bib

Pengumumam Seleksi Administrasi CPNS 2017 (Update 6 September 2017)

Hasil seleksi administrasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)  dan Mahkamah A...