Saturday 26 April 2014

(الأُمُورُ بِمَقَا صِدِهَا ) Al umuuru bi maqasidiha



الأُمُورُ بِمَقَا صِدِهَا
setiap perkara bergantung pada tujuan (niatnya”
            Maksud dari kaidah ini bahwa setiap mukhallaf dan berbagai bentuknya serta hubungannya, baik dalam ucapannya, perbuatan, dan lain sebagainya bergantung pada niatnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, niat dan motif yang terkandung dalam hati seseorang sewaktu melakukan suatu perbuatan menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang ia lakukan.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, bahwa tempat niat itu di hati, bukan di lisan, hal itu berdasarkan kesepakatan para ulama’. Ini berlaku untuk semua ibadah, baik itu thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, jihad maupun lainnya. Oleh karena itu kalau ada seseorang yang melafadzkan niatnya dengan lisan, namun apa yang dia lafadzkan itu berbeda dengan yang terdapat dalam hatinya, maka yang dianggap sebagai niatnya adalah apa yang terdapat dalam hatinya bukan lisannya, demikian juga kalau seseorang melafadzkan niat dengan lisannya, namun dalam hatinya tidak ada niat sama sekali, maka niatnya tidak sah. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama’, karena niat itu adalah kehendak dan tekad yang terdapat dalam hati.
 Dasar Hukum : Firman Allah (Al-Bayyinah :5)
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Hadits Rasulullah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيِّ قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ» (رواه البخارى و مسلم و غيرهما)
Artinya: "Sesungguhnya amal itu hanyalah beserta niat, dan setiap manusia mendapatkan apa-apa sesuai yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa-apa yang ia inginkan itu."

Cabang-Cabang الأُمُورُ بِمَقَا صِدِهَا
1)   
مَلاَ يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهُ جُمْلَةً وَتَفْصِيلاً اِذَا عَيَّنَهُ وَاَخْطَاَلَمْ يَضُرُّ
Suatu amal yang tidak disyaratkan untuk dijelaskan, baik secara global atau terperinci, bila dipastikan dan ternyata salah, maka kesalahannya tidak membahayakan (tidak membatalkan)”.
Maksud :
Kaedah ini menunjukkan bahwa sebuah niat ibadah yang tidak menuntut untuk disinggung secara terperinci maupun global, ketika disebutkan secara keliru, maka kesalahan tersebut tidak berpengaruh terhadap keabsahan ibadah. Misalnya: menyebut tempat shalat secara keliru tidak membatalkan shalat.
2)        

وَمَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ التَّعَرُّضُ فالخَطَاُ فِيهِ مُبْطِلٌ
“Suatu amal yang disyaratkan penjelasannya, maka kesalahannya membatalkan perbuatannya tersebut.”
Maksud :
Akan tetapi niat ibadah itu diharuskan untuk disebutkan secara jelas, maka keliru dalam meniatkannya mengakibatkan batalnya ibadah tersebut. Sehingga mengerjakan shalat dengan niat puasa dinilai tidak sah.
3)       
   وَمَا يَحجِبُ التّعَرُّضُ لَهُ جُمْلَةً وَلَيُشْتَرَطُ تَعْيِيْنُهُ تَفْضِيْلًا اِذَا عَيَّنَهُ فَاَخْطَاَضَرٌّ
“Suatu amal yang harus dijelaskan secara global dan tidak dijelaskan secara terperinci, karena apabila disebutkan secara terperinci dan ternyata salah maka kesalahannya membahayakan.”
maksud :
Maksud kaedah ini terkait dengan niat yang mengharuskan untuk disebutkan secara global saja. Ketika niat ibadah tersebut disebutkan secara lebih detail dan ternyata keliru, maka kesalahan itu mengakibatkan rusaknya ibadah. Seseorang yang melakukan shalat jenazah dengan niat dan anggapan mayit laki-laki dan ternyata mayit tersebut wanita, maka shalat janazah yang ia kerjakan dinilai tidak sah.
contoh :
  1. Niat mengikut Ali ketika sembahyang dan tidak isyaratkan kepada Ali sedangkan yang diikuti Zaid tidak sah.
  2. Niat sembahyang jenazah ke atas zaid sedangkan umar atau ke atas lelaki sedangkan perempuan tak sah. Kedua dua masalah ini jika tidak diisyaratkan keatas simati.
  3. Tidak disyarat taayin bilangan rakaat zohor, asar, jika diniatkan bilangan zohor lima atau tiga tak sah.
  4. Niat sembahyang ke atas jenazah seramai 10 orang sedangkan yang mati 11 orang tak sah solat dan wajib diulangi ke atas semua.Kerana ada diantara jenazah tersebut yang tidak disembahyangkan.Jika sekiranya diniatkan sepuluh orang yang meninggal 9 orang sah.
  5. Niat qadha zohor hari isnin sedangkan hari selasa tak sah.



4)       
 النّيَةُ فِى اليَمِينِ تُخَصِّصُ الّفْظَ العَامِ وَلاَ تَعُّمُّالخَصَّ
“niat dalam sumpah mengkhususkan lafadz umum, dan tidak pula menjadikan umum pada lafadz yang khusus.”
maksud :
maksud dari kaidah ini adalah niat dengan lafal umum kepada sesuatu dalam hal sumpah, dapat menghususkan lafal tersebut, dan tidak berlaku untuk sebaliknya.
contoh : orang yang bersumpah tidak akan berbicara dengan seseorang tetapi yang dimaksud ialah orang tertentu yakni Vasco, maka sumpahnya hanya belaku pada Vasco.
5)       
 مَقَاصُالَّفْظِ عَلَى نِيَةِ اللاَّفِظِ اِلاَّ فِى مَوْضِعٍ وَاحِدٍ وَهُوَ اليَمِيْنُ عِنْدَ القَاضِ فَاِنَّهَا غَلَى نِيَةِ القَا ضِى
maksud dari suatu lafadz adalah menurut niat orang yang mengucapkannya, kecuali dalam satu tempat, yatiu dalam sumpah di hadapan hakim.dalam keadaan demikian maksud lafadz menurut niat hakim.”
maksud :
untuk menetukan maksud sebuah ungkapan yang menerima multi tafsir, harus dikembalikan kepada niat orang yang mengucapkannya. Tetapi kaedah ini tidak berlaku dalam pengambilan sumpah di pengadilan. Maksud dan kandungan sumpah ditetapkan oleh hakim, bukan kepada niat orang yang disumpah. Seseorang yang mengucapkan lafad talak sebanyak tiga kali tanpa huruf ‘ataf; jika disertai niat isti’naf, maka jatuh talak tiga. Dan jika ia hanya bermaksud taukid, maka jatuh talak satu.
6)        
  العِبْرَةُ فِى الُعُقُوْدِ المَقَاصِدُ وَالمَعَانِى لاَ لِلأَ وَالمَعَانِى
“ Yang dimaksud dalam akad adalah maksud atau makna bukan lafadz atau bentuk-bentuk perkataan.”
maksud :
Dalam suatu akad, bila terjadi perbedaan antara maksud (niat) si pembuat dengan lafal yang diucapkan, maka yang dianggap akad adalah niat/ maksudnya, selama yang demikian itu masih diketahui. misalnya ada dua orang mengadakan transaksi dengan lafal memberi barang dengan syarat adanya pembayaran harga barang itu, maka transaksi ini dipandang sebagai transaksi jual beli, karena transaksi inilah yang dimaksud atas makna dari si pembuat transaks, bukan transaksi pemberian sebagaimana yang dikehendaki oleh lafal.








0 comments:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Pengumumam Seleksi Administrasi CPNS 2017 (Update 6 September 2017)

Hasil seleksi administrasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)  dan Mahkamah A...