1.
Definisi tasawuf
Pada definisi ini terdapat perbedaan pendapat diantaranya :
o
Sufi
: orang yang memiliki interaksi dengan Allah
o
Suf
: wol pakaian yang terbuat dari bulu
domba
o
Suffah
: sekelompok sahabat nabi yang hidup sederhana dan setiap sholat ia selalu
perada pada barisan pertama.
o
Sufinah
: sejenis kayu yg timbul di padang arab.
Menurut Bisyru bin Harits orang sufi adalah orang yang suci hatinya karena Allah. Adapun
menurut istilah tasawuf
adalah semacam ilmu syarat yg timbul kemudian di dalam agama, yang muncul
karena ketekunan dalam beribadah dan memutuskan hubunngan kecuali dengan Allah
SWT. Hidupnya hanya dihadapkan oleh Allah semata, menolak hiasan” dunia, serta membenci perkaran yang
menipu orang banyak, kelezatan harta dan kemegahan hanya untuk taqorub,khalaf, dan beribadah kepada Allah.
2.
Tujuan Tasawuf
o
Ma’rifat billah : melihat tuhan dengan hati
secara jelas dan nyata dan segala kebesarannya dengan sebuah cahaya yang dipancarkan
Tuhan kepada hambanya sehingga mampu melihat Allah dengan sebenar-benarnya
o
Insane Kamil :
dimana seorang sudah mencapai maqam terdekat disisi Allah dan layak member
petunjuk dan menyempurnakan bahwa hamba Allah yg ilmunya dari Allah SWT, dan
pedoman moral dalam kehidupan.
o
Amar Ma’ruf Nahi Munkar : menjalankan kebaikan dan menjauhi kemunkaran, yaitu seseorang yang akan menjaga dirinya dari perbuatan” keji dan kemunkaran yang
mereka akan selalu berbuat kebaikan
3.
Manfaat Tasawuf
sebagai sarana untuk mendidik hati dari mengetahui alam-alam ghaib
menuju pembentuk sebuah jiwa yang dermawan, hati yang tenag dan budi pekerti
yang baik dengan seluruh makhluk hidup.
Tasawuf juga bermanfaat dalam menyempurnakan dan memperindah bagi
ilmu lain karena pada dasarnya antara ilmu yang satu dengan yang lain saling
berhubungan dan bertujuan untuk menghadapkan diri kepada Allah dengan sarana
selalu berdzikir kepadaNya.
Tasawuf disebut sebagai ungkapan النصوف وا لصو ف karena
sufi dinisbat pada orang-orang ( ulama) yang selalu berada di shaf paling depan
ketika sholat.
o
Tasawuf di sebut dengan ءصفا yaitu bersihnya hati dan jiwa maka perbuatan
suci.
Sufi : orang
yang memiliki interaksi yang suci dengan Allah sehingga member kesucian berupa
karamah, dikatakan suci karena selalu berada pada shaf terdepan dalam hadapan
Allah.
o
صف : karena memiliki kedekatan dengan sifat” ahlu
suffah
Ahlu suffah : orang yang tidak mempunyai tempat
tinggal dan mereka tinnggal di serambi masjid.
o
صوف : berarti wol. Dikarenakan memakai baju dari bulu
domba, yang merupakan lawan kata pakaian dari sutra (halus)
4. Sejarah,
latar belakangnya disebut sufi
Pada masa Rasulullah hingga khulafau
Rasyidin tidak ada sebutan yang selain sebutan Sahabiy. Karena pada waktu itu
belum ada disiplin ilmu tersendiri dan hanya Rasulullah yang menjadi sumber
dari segala hal.
Hal ini muncul setelah islam berhasil menyebar luas
kenegara-negara lain selain Arab. Dan setelah itu mulailah muncul ilmu-ilmu
baru karena pada saat itu terjadi pertikaian apalagi setelah muncul konflik
pada masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib yang pada saat itu berseru dengan
Muawiyah.
Pada masa Bani Umayyah pada waktu itu
terjadi pembagian ulama. Ulama yang dekat dengan penguasa dan ulama yang dekat
dengan masyarakat, ulama yang dekat dengan pengusaha maka ia akan mendapatkan
fasilitas lengkap sedangkan ulama yang dekat dengan masyarakat mereka hidup
dengan kesulitan sehingga mengakibatkan ejekan sinis kepada mereka.
Istilah sufi ini keluar karena ejekan
terhadap mereka seorang ulama yang dekat dengan rakyat, kemudian mereka
melakukan pembelaan dengan berkata bahwa “ saya bukan sufi, tetapi suffah yang
jernih hati dan selalu ada dihadapan Allah pada barisan pertama.
Contoh ulama yang dekat dengan masyarakat
pada waktu itu adalah Imam Ahmad bin Hambal ketika beliau
ditanya “ apakah al-qur’an itu makhluk atau kalamullah ?” Ahmad bin Hambal pada
waktu itu menjawab kalamullah, lalu beliau langsung dipenjara, karena pada saat
itu pemimin mereka adalah seorang yang beraliran mu’tazilah.
Fenomena ini muncul pada abad ke 1 H akhir
yang dipeloporioleh seorang sufi pertama Jabir bin Hayan. Beliu merupakan
seorang sufi peratma yang pada saat itu ia ditanyai oleh seorang mujtahid yaitu
sofyan at-Tsauri (murid zainal abidin) mengenai “
ا لا خلا ص فا ا لر يا ء?
Lalu beliau mejawab “ mengambil segala segala sesuatu yang benar dan yang benar
itu dari Allah dan berpaling dari manusia.
5. Relasi
antara tasawuf dengan ilmu kalam dan falsafah
o
Ketiganya berusaha menemukan apa yang disebut Kebenaran (al-haq).
o
Kebenaran dalam Tasawuf berupa tersingkapnya (kasyaf)
Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati.
o
Kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya
kebenaran ajaran agama melalui penalaran
rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur’an & Hadis).
o
Kebenaran dalam Filsafat berupa kebenaran spekulatif
tentang segala yang ada (wujud).
Bersandar kepada pendapat Abbas Mahmud
‘Aqqad dalam al-Tafkir : Faridlah Islamiyah :
فالتعمق في طلب الأسرار صفة مشتركة بين الصوفية وفلاسفة التفكير الذين
يغوصون على الحقائق البعيدة وعلماء النفس الذين ينقبون عن ودائع الوعي
الباطن وغرائب السريرة الإنسانية
Maka ketiganya mendalami pencarian segala yang bersifat rahasia (gaib)
yang dianggap sebagai ‘kebenaran terjauh’ dimana tidak semua orang dapat
melakukannya.
Tingkatan keimanan dalam tasawuf, yang meliputi:
1)
Maqom Taubat ( arabic: التوبة ), yaitu
meninggalkan dan tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang pernah dilakukan
demi menjunjung ajaran Allah dan menyingkiri murka-Nya ( Imam al- Ghozali).
2)
Maqom Waro’, menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu,
dalam rangka menjunjung tinggi perintah Allah, menurut Syaikh Ibrahim
Adham. Waro’ adalah meninggalkan setiap yang syubhat (tidak jelas
halal atau haramnya), Waro’ Lahiriyah: meninggalkan seluruh perbuatan
kecuali perbuatan yang karena Allah, Waro’ Batiniyah:
sikap hati yang tidak menerima selain Allah.
3)
Maqom Zuhud ( زاهد ), lepasnya
pandangan keduniawian dan usaha memperoleh keduniawian dari seorang yang
sebenarnya mampu untuk memperolehnya.
4)
Maqom Shobar ( الصبر ), ketabahan dalam menghadapi dorongan hawa
nafsu (Imam al-Ghozali), Syaikh Dzun Nun al-Misri mengatakan: Shobar adalah
menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar agama, tabah dan tenang dalam
menghadapi cobaan, dan menampakkan hidup lapang dalam mengalami kemelaratan.
5)
Maqom Faqir ( فقير ), Tenang dan tabah diwaktu susah dan
memprioritaskan orang lain di kala sedang berada ( Syaikh Abu Hasan
al-Nuruy). Syaikh Ibrohim al-Khawwash, mengatakan Faqir adalah
selendang orang-orang mulia, pakaian para Rosul dan baju kurung kaum Sholikhah.
6)
Maqom Syukur ( شكر ), pengakuan terhadap kenikmatan, tindakan badan
untuk mengabdi kepada Allah dan ketetapan hati untuk selalu menyingkiri yang
haram, Syaikh Abul Qasim mengatakan, “Hakikat syukur adalah tidak menggunakan
kenikmatan untuk maksiat, tidak segan-segan menggunakannya untuk taat sedang
batasan syukur adalah mengetahui bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah
Ta’ala.
7)
Maqom Khauf, Rasa ketakutan dalam menghadapi siksa Allah
atau tidak tercapainya kenikmatan dari Allah, Syaik Abul Hasan al-Nury,
berpendapat “orang yang Khauf adalah yang lari dalam ketakutan dari Allah untuk
menuju kepada Allah”.
8)
Maqom Roja’, Rasa gembira hati karena mengetahui adanya
kemurahan dari dzat yang menjadi tumpuan harapannya, Syaikh Abu Ali, berkata:
“Khauf dan Roja’ adalah ibarat dua belah sayap burung, jika seimbang keduanya,
maka terbang nya burung menjadi sempurna, jika kurang salah satunya, maka
terbangnya tidak sempurna, dan jika hilang keduanya, maka burung jatuh dan
menemui kematiannya.
9)
Maqom
Tawakal, sikap hati yang
bergantung pada Allah dalam menghadapi sesuatu yang disukai, dibenci,
diharapkan atau ditakuti kalau terjadi dan bukan menggantungkannya pada suatu
sebab, sebab satu-satunya adalah Allah(al-Muhasibi). Syaikh Sahl berpendapat,
“Jenjang pertama kali dalam Tawakal adalah hendaknya hamba dihadapan Allah
bersikap sebagaimana mayat dihadapan orangyang merawatnya, dibalik kesana
kemari diam saja.”
10)
Maqom Ridho, Rasa puas hati dalam menerima nasib yang
pahit (Abul Hassan al-Nuri), Rabi’ah Adawiyah menjelaskan, sewaktu ditanya
bagaimana seorang hamba bisa dikatakan Ridlo, Jawabnya: “Apabila ia senang
dalam menghadapi musibah sebagaimana ia senang dalam menerima nikmat. Syaikh
Yahya bin Mu’arif, ketika ditanya, “Kapan seorang mencapai Maqom Ridho?” beliau
menjawab: “Jika diberi mau menerima, jika ditolak ia rela, jika ditinggalkan ia
tetap mengabdi dan jika diajak ia menuruti.”
At-Taubah menurut beberapa pendapat :
~ janiid : taubat : melupakan dosa
~ sahil : taubat : jagan melupan dosa
~ : رويمketika
kamu taubat dari taubatmu
~ را بعة :saya mohon ampun dari Allah dari sedikit
ketulusan kejujuranku.
0 comments:
Post a Comment