1)
Masa
Masyarakat Adat
Masa
Masyarakat adat bahwasannya kepemilikan
tanah di berikan sepenuhnya oleh masyarakat adat tersebut pada suatu wilayah tersebut
sedangkan Ketua adat
hanya berwenang untuk mengatur
atas penggunnan tanah tersebut.
Masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul
secara spontan di wilayah tertentu yang berdirinya tidak ditetapkan atau
diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan
solidaritas yang sangat besar diantara para anggotanya, yang memandang bukan
anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber
kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.
Ciri khas dari masyarakat
hukum adat adalah
komunal, ikatan batin yang kuat antar anggota baik yang dikarenakan faktor
geneologis, teritorial dan geneologis teritorial.
Masyarakat hukum adat mempunyai salah satu hak yang
terpenting terkait dengan ruang hidupnya yaitu “Hak Ulayat”, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 UUPA
:
“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi”.
Secara
singkat pengertian dari tanah
ulayat adalah tanah yang di miliki oleh suatu masyarakat adat yang tata cara
kepemilikanya memiliki aturan yang khas tiap-tiap daerah.
Luas
tanah ulayat tidak mampu didefinisikan secara pasti namun kebiasaan masyarakat
adat utuk menentukan luas tanah ulayat dengan cara seluas mata memandang adalah milik masyarakat adat
tersebut. Tanah ulayat merupakan tanah milik adat (masyarakat adat)
dengan pemisahan antara tanah dengan bangunan yang di atasnya (pemisahan
horizontal). Tiap daerah memang memiliki perbedaan tatacara kepemilikan tanah
ulayat namun jika di gambarkan secara umum, ketika salah satu individu pada
masyarakat adat ingin membuka lahan baru
maka dia harus mlakukan mekanisme :
- Mabali. Mubali pemberian tanda
batas tanah oleh individu anggota masyarat adat (seperti rotan di atas
pohon).
- Musyawarah dengan ketua
adat. Meminta ijin pada ketua adat untuk membuka lahan yang telah
ditandai.
- Membuka Tanah. Membuka tanah
dengan komunal (bergotongroyong / bersama-sama)
- Mengusahakan (Memperdayakan) yaitu
menanami lahan, membangun rumah, berburu, dll
- Timbul Hak Milik. Timbulnya
hak milik tidak berarti mutlak kepemilikan individu anggota masyarakat
adat.
Untuk
masyarakat asli Untuk menggunakan tanah
1. Meminta
izin kepada Ketua adat .
2. membuat
pernyataan kepada khalayak umum bahwa tanah tsb tanah miliknya.
Wilayah lain yang ingin menggunnakan tanah dari suatu wilayah yang bukan sebagai anggota masyarakat tersebut :
1. Harus
Izin kepada kepala adat
2. Harus
berdekatan dengan tempat tinggalnya ( agar mereka mampu bekerja dengan baik )
3. Harus
memberikan 10 persen Upeti (Uang Sewa)
4. Di
beri waktu 3 kali panen ( max) (karena akan ditakutkan akan berpindah hak
milik)
5. Harus
bercocok tanam dengan tanaman berumur pendek
2)
Masa
kerajaan (Sistem Feodal)
Pada masa
kerajaan yang boleh mengelola tanah hanya dua yakni : petani dan pengusaha,
Karena semua tanah menjadi milik Raja.
Rakyat hanya sebagai penggarap saja ( Hanggaduh )
1)
Petani : 1. Harus
membagi sebagian dari hasil pertaniann
2. Rakyat memberikan tenaga untuk menggarap
tanah.
3)
Pengusaha : 1. Harus mempunyai
perkebunan yang luas
2. Pengusaha menyewakan hasil sewanya kepada
petani
3. Pengusaha peminta 1/3 dari tanah yang
disewa.
4. Petani harus mengelola tanah tsb.
5. Penagih dari raja (Bekel) mendapat 1/5
dari hasilnya.
Orang-orang yang berjasa bagi raja
akan diberi tanah :
1)
Grand
Sultan (Tanah yang diberikan
kepada Keluarga)
2)
Grand
Controlur (Tanah yang diberikan
kepada masyarakat)
3)
Grand
Deli (Tanah yang diberikan kepada Pengusaha)
4)
Hak
konsesi (Sewa)
“Sistem
Apanage”
o Rakyat hanya dapat 4/5 karena, ½ diberikan pada raja,1/5
diberikan lagi pada bekel.
o Padahal bekel seharusnya dapat upah dari raja
bukan dari rakyat.
o
Th 1906 Sistem Apanage dihapus. Lalu semua tanah pengusaha
menjadi milik raja. Pengusaha hanya boleh sewa
dan boleh mempekerjakan rakyat dgn system upah (bagi hasil). Pengusaha
boleh sewa selama 50 th. Dan tanah yang disewa dilengkapi dgn “hak hipotek (hak jaminan). Tanam paksa
dihapus dan masyarakat diberi tanah (Grand Controlur).
0 comments:
Post a Comment