BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Al- Muwatta’ merupakan salah satu kitab yang sering di gunakan
untuk merujuk hukum-hukum islam terutama dalam bidang fikih. Al-Muwata’
merupakan salah sati kitab yang paling momental pada abad pertama setelah generasi
tabi’in.
Bahkan imam syafi’i pernah mengatakan bahwasanya di dunia ini tidak
ada kitab yang paling sahhih setelah al-qur’an kecuali kiatab ini. Untuk
mengetahui bagaimana lebih jelasnya mengenai kitab ini dan pengarangnya untuk
itu saya disini mencoba untuk membahasnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Siapakah
Imam Malik itu?
2.
Bagaimana
proses pencarian ilmunya?
3.
Siapa
saja murid-murid beliau?
4.
Bagaimana latar belakang penyusunan kitab
al-Muwata’?
5.
Bagaimana
metode penyusunan dan klasifikasinya?
6.
Bagaimana
sistematika penulisan?
7.
Bagaimana komentar ulama dan kritik terhadap kitab al-muwata’,
kualitas haditsnya?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui siapakah Imam Malik.
2.
Unutk
mengetahui proses pencarian ilmu Imam Malik.
3.
Untuk
mengetahui siapa saja murid-murid beliau
4.
Unutk
mengetahui latar belakang penyusunan kitab al-Muwata’.
5.
Unutk
mengetahui metode penyusunan dan klasifikasinya.
6.
Untuk
mengetahui sistematika penulisan
7.
Untuk
mengetahui komentar ulama dan kritik
terhadap kitab al-muwata’, kualitas haditsnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
imam malik
Imam Malik lahir di kota Madinah pada tahun 93 H memiliki nama lengkap yakni Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amr bin al-Haris bin Usman bin Jusail bin Amr bin al-Haris al-Ashbahaniy al-Himyariy, Abu ‘Abdillah al-Madaniy.dan sub suku dari Himyar, salah satu suku Qahtani yakni suku yang menguasai sebuah kerajaan besar pada masa jahiliyya. Kerajaan mereka di kenal dengan tatabi’a( jamak dari kata Tubba’). Tubba’ di sebutkan di dua tempat dalam Al-qur’an yang mulia.
Kakek bapaknya,
Abu Amir diperkirakan oleh sementara orang sebagai salah satu sahabat
nabi. Disebutkan juga bahwa ia ikut
serta dalam seluruh peperangan yang diidkitu Rosul allah, semoga Allah
merahmatinya, kecuali pada perang Badar. Akan tetapi, Ibn hajar menyebutkan
dalan isaba karya Adh-Dhahabi bahwa ia tidak menemukan seseorangpun yang
menyebutnya sebgai salah seorang sahabat nabi, meskipun ia memang hidup semasa
dengan nabi.
Sedangkan Malik
ibn abi Amir, kakek Imam Malik, adalah salah seorang ulama besar Tabi’un. Ia adalah salah satu dari mereka yang menulis
mushaf di masa amir al-mu’min Utsman ibn affan, semoga Allah mencintainya. Ia memiliki empat orang anak: Anas bapaknya
imam malik. Abu Suhayl yang nama sebenarnya adalah Nafi’ ar-Rabi’ dan Uways
kakek dari Ismail ibn Abi Uways dan saudaranya Abd al –Hamid. Kedua orang ini (ismail dan Abd al-Hamid)
merupakan murid diantara murid-murid lain dari imam malik, sekaligus periwayat
hadits-hadits shahih. Empat
bersaudara(Anas, bapak Imam Malik dan saudara-saudaranya) meriwayatkan dari
bapak mereka, Malik ibn Abi Amir dan yang lainnya, kemudian meriwayatkan dari
mereka. Yang paling terkenal di antara
mereka, dalam konteks pengetahuan dan periwayatan, adalah Abu Suhayl. Imam
Malik menghubungkan diri dengannya sebagaimana yang dilakukan oleh
periwayat-periwayat hadits-hadits shahih lainnya. Al-Bukhori, Muslim, dan yang lain banyak
meriwayatkan dari Malik bin Abi Amir dan anaknya Abu Suhayl.
Dengan ini
terbukti bahwa Imam malik merupakan anak keturunan dari mereka yang terkenal
dalam periwayatan dan pengetahuan.
Sebagian di keutamaan keluarga ini melahirkan tersebut terjadi pada
tahun 90 setelah hijrah, meskipun juga ada pendapat-pendapat lain. Ia meninggal
pada usia 87, menurut catatab yang paling mayekinkan, meskipun ada pula yang
mengatakan bahwa usianya mencapai 90 tahun.
Ia semoga Allah membetkatiny, berpostur tinggi dan sedikit gemuk. Rambutnya botak, dengan kepala yang besar dan
mata yang bagus dan berjenggot banyak.
Mus’ab az-Zubayri mengatakan bahwa “Malik adalah seorang yang memiliki
wajah tertampan, bermatta menarik, berkulit putih bersih, tinggi badannya
serasi dan bentuk tubuh yang amat baik. Yang lain mengatakan” ukuran tinggi
Imam malik sedang:. Gambran yang pertama lebih dikenal.
Diantara
karya-karya beliau antara lain; Risalah Ila Ibn Wahb fi al-Qadr, Kitab
An-Nujum, risalah fi al-Aqdhiyah, tafsir li Gharib Alquran, risalah Ila Lais
bin Sa’ad, Kitab Syiar, Kitab al-Manasik, Risalah Ila Abu Hasan, dan Kitab
al-Muwaththa’
B.
Pencarian
Ilmunya
Pada saat malik
tumbuh dewasa dan pada masa sebelumnya,
Madina al-Munawwara berkembang dengan para ulama besar yang merupakan pewaris
langsung pengetahuan para sahabat. Diantara mereka adalah ‘tujuh fuqoha kota
madina (atau sepuluh fuqoha) dan sahabat-sahabat mereka yang belajar dari
mereka. Malik sendiri selalu haus akan
ilmu dan mengabdikan dirinya untk mengumpulkan ilmu dari tokoh-tokoh
tersebut. Ia minum dan minum lagi dari
pancuran air pengetahuan yang segra dan manis.
Dalam membaca
al-qur’an ia diaajari oleh Imam nafi’ ibn Abd ar-Rahman ibn abi Nu’aym, imam
para pembaca al-qur’an kota madinah dan salah satu dari tujuh membaca
al-qur’an.” Abu ‘Amr ad-Dani yang memasukkan biografi Imam Malik dalam bukunya
Tabaqat al-Qurra menganggapnya sebagi salah seorang pembaca al-Qur’an. Ia
menyebutkan bahwa Imam al-Awzai belajar al-Qur’an. ia menyebutkan bahwa imam
al-Awza’i belajar al-qur’an dari Malik, ketika ia berusaha memahami
tafsirnya.
Imam Malik bertemu
dengan sejumlah besar orang yang mewarisi ilmu pengetahuan dari para sahabat
dan tokoh-tokoh tabi’un. Ia tidak menghadiri kelompok setiap orang yang duduk
mengajar di masjid nabi ataupun mereka yang bersandar di tiang-tiang masjid
nabi mengajarkan hadits Rasul Allah SAW, tapi Malik biasanya hanya belajar di
orang yang ia pandang memiliki ketaqwaan, ketelitian,ingatan yang baik,
pengetahuan dan pemahaman, dan dari mereka yang benar-benar mengetahui bahwa
mereka bertanggung jawab terhadap apa yang mereka katakan di hari kebangkitan. Shu’ba ibn al’hajaj, slah seorang ulama besar
hadits, mengatakan bahwa Malik sangat membedakan( ia tidak menulis/ mencatat
dari setiap orang.”
Mengetahui bahwa
imam malik berasal dari sebuah keluarga berilmu dan tumbuh besar di Madina
al-Munawwara yang merupakan ibu kota ilmu pengetahuan di saat itu, khususnya
ilmu hadits dan juga mengetahui kuatnya ingatan Malik, pemahaman, taqwa,
keteguhan dan ketabahannya dalam menghadapi segala hambatan pencarian ilmu,
tidaklah mengherankan jika kita melihat bahwa ia dapat menyelesaikan
pelajarannya pada usia yang sangat muda.
Periwayatan yang dapat di percaya bahwa ia sudah duduk memberikan fatwa
pada umur 17 tahun. Ini bukan karena ambisi anak muda atau karena hastratnya untuk tampil. Akan
tetapi 70 orang imam telah bersaksi bahwa
Imam
Malik memiliki banyak guru tempatnya menimba ilmu, bahkan ada yang menyebutkan
bahwa dia mempunyai guru sampai 900 orang. Diantara guru-gurunya tersebut
adalah: Ibn Hurmuz (w.148), Muhammad Ibn Sihab azs-Zuhri (w.123/124 H). Nafi’
maula ibn Umar (w.117/119, 120 H). Imam Ja’far as-Shadiq bin Muhammad bin ali
al-Husain bin Ali bin Abi Thalib (80-148 H). Rabi’ah ar-Ra’yi bin Abi
Abdirrahman (w.130/136 H). ‘Amir bin Abdillah bin az-Zubair bin al-Awwam. Na’im
bin Abdillah al-Majmar. Zaid bin Aslam. ‘Abdillah bin Dinar al-Adawi Abu
‘Abdurrahman al-Madini Maula bin ‘Umar (w.127 H).dan sebagainya.
C. Murid-Murid
Imam Malik
Kebanyakan imam-imam yang termasyhur pada zaman Imam
malik adalah murid beliau imam malik dan murid-muridnya datang dari berbagai
penjuru negeri.
Oleh karena itu ia tinggal di Madinah, maka keadaan
ini dapat memberi kesempatan yang baik kepada orang-orang yang naik haji yang
datang menziarahi makam Rasulullah saw. menemui beliau. Di samping itu pula
disebabkan umurnya sudah meningkat sembilan puluh.
Telah diceritakan dari Imam Malik bahwa di antara
murid-muridnya ialah guru-guru dari golongan tabi’in mereka itu ialah :
Az-Zuhri, Ayub Asy-Syakh-fiyani, Abul Aswad, Rabi’ah bin Abi Abdul Rahman,
Yahya bin Said Al-Ansari, Musa bin ‘Uqbah dan Hisyam bin ‘Arwah.
Dan golongan bukan tabi’in : Nafii’i bin Abi Nu’im,
Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umaiyyah, Abu An-Nadri, Maula Umar bin
Abdullah dan lain-lainnya.
Dari sahabatnya : Sufyan Ath-Thauri, Al-Liat bin Sa’d,
Hamad bin Salamah, Hamad bin Zaid, Sufyan bin Uyainah, Abu Hanifah, Abu Yusuf,
Syarik Ibnu Lahi’ah dan Ismail bin Kathir dan lain-lain.
Di antara murid-muridnya juga ialah : Abdullah bin
Wahab, Abdul Rahman Ibnu Al-Qasim, Asyhab bin Abdul Aziz, Asad bin Al-Furat,
Abdul malik bin Al-Majisyun dan Abdullah bin Abdul Hakim.
Muhammad Al-Hasan As-Sibiani adalah
muridnya Abu Hanifah pernah berkata : Aku duduk di pintu rumah Malik selama
tiga puluh tahun dan aku telah mendengar lebih dari tujuh ratus lafal hadits.
Komentar Ulama terhadap Imam malik
Ulam besar yang hidup semasa dengan imma malik dan yang datang
setelah masa tersebut semuanya setuju
tentang keunggulan imamm malik ia dipandang sebagi sebuah tiang pengetahuan dan
salah satu bentengnya, memuji ketakwaannya , ingatannya yang kuat, kebenaran
periwayatannya dan kemampuannya dalam
mebuat fatwa. Ia sangat menghargai
hadits Rosul SAW.
Tidak ada yang memungkiri kenyataan bahwa al-layth,al-awza’i, ibnu al-mibaraok Shu’ba
Ibnu Al-Hajaj,’Abd AR-Razak dan ulam besar seperti mereka enjadikan imam Malik sebgai sumber periwayatan. Imam Syafi’i merupakan salah satu muridnya ydengan
haditsang paling menonjol, demikian pula Imam Muhammad Ibn al-Hassan ash-syaibani, sahabat abu
hanifah.
Kita temukan bahwa Hafiz Abu Bakar al-Bayhaqi memulai kitab
besarnya” sunan” dengan hadits “ artinya
adalah murni yang bersumber pada
periwayatan Imam Syafi’i dari Malik dan
juga Abu Daud dari Malik. Ia menyebutjan bahwa
safi’i betkata “ Ada seorang dalam isnad yang tidak saya ketahui .”
kemudian al-Bayhaqi berkata di akhir bukunya ,” namun demikian, yang menjadi kekuatan isnad adalah (tingkat)
kepercayaan yang ada pada wuwatta imam malik.
Ahmad ibn Salih berkata: “ saya tidak mengetahui ada orang yang
dalam menyeleksi manusia dan ulama lebih berhati-hati drai Malik.
Dalam taqrib ta-Tahdhib, ibn Hajar
berkata: “Mlaik ibn Abbas ibn Malik adalah seorang ahli fikih, imma dari
kota hijra( madinah), peminpin dari
orang- orang yang memiliki takwa, dan yang terbesar dari orang-orang yang kita
ketahui. Tentangnya, al-Bukhori berkata: isnad-isnad (rujukan) terkuat adalah
yang berasal dari malik yang memperolehnya dari nafi, sementara Nafi,
memperolehnya dari Ibn Umar.
D.
Latar
Belakang Penyusunan kitab al-muwata’
Ada beberapa versi yang mengemuka mengenai latar belakang
penyusunan al-Muwatta’adalah adanya problem politik dan sosial keagamaan-lah
yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi politik yang penuh
konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang melahirkan tiga
kelompok besar (Khawarij, Syi’ah-Keluarga Istana) yang mengancam integritas
kaum Muslim. Di samping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa
perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam
bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio
di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik.
Versi yang lain menyatakan penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak.
Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum
sebagai Kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan
tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab
resmi negara.
Sementara versi yang lain, di samping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agama.
E.
Metode
penyusunan dan klasifikasi kitab Al-Muwatta’
Secara khusus, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang
di pakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwatha’. Namun sacara umum
dengan melihat penjelasan dan cara pembukuan yang di lakukan oleh Imam Malik
dalam kitabnya, metode yang di pakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan
klasifikasi hukum Islam (fiqih) pada bab per bab (tabwib) dengan mencantumkan
hadis-hadis yang bersumber langsung dari Nabi saw, yang disebut dengan Marfu’
dan yang besumber dari sahabat Nabi saw, yang di sebut dengan Mauquf ataupun
yang berasal dari tabi’in, yang disebut Maqthu’. Imam Malik juga menggunakan
tahapan-tahapan, yang berupa; a) penyeleksian terhadap hadis-hadis yang di
sandarkan kepada Nabi.saw. b) atsar atau fatwa sahabat. c) fatwa tabi’in.d) Ijma’
ahli madinah dan e) imam malik sendiri.Meskipun sebenarnya kelima tahapan
tersebut tidak selalu muncul besamaan dan digunakan dalam setiap pembahasan dan
urutan pembahasannya, beliau imam Malik mendahulukan penulusuran dari hadits
Nabi saw. yang telah diseleksi sebagai acuan pertama yang dipakai Imam Malik,
sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dijoelaskan Imam Malik jika perlu di
jelaskan. Dalam penyeleksian suatu hadis, ada empat kriteria yang dikemukakan
Imam Malik dalam mengkritisi periwayatan hadits, keempat kriteria tersebut
adalah; a) periwayat bukan orang yang berperilaku jelek. b) periwayat bukan
ahli bid’ah c) periwayat bukan orang yang suka berdusta dalam hadits d)
periwayat bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.
F.
Sistematika penulisan
Imam malik dalam
mengklasifikasi hadits-hadits yang terdapat dalam AL-Muwatta’ berdasarkan pada
sistematika yang dipakai dalam kitab fikih, yaitu dengan klasifikasi hadits
sesuai dengan hukum fikih. Dalam kitab riwayat syekh yahya bin yahya bin Katsir
al-Laytsi al-Andalusi al-Qutrhubi(243 H), kitab ini terdiri dari dua juz 61 bab
dan 1824 hadits. Kitab al-muwata’ mayoritas berisi tentang fikih, ada pula
tentang tauhid akhlak dan al-qur’an.
G. Komentar ulama dan kritik terhadap kitab al-muwata’,
kualitas haditsnya
Meskipun iamma malik
telah berupaya selektif mungkin dalam menyaring hadits-hadits yang diterima
untuk di himpun, tetapi para muhaditsin berbeda pendapat dalam memberi komentar
dan penilaian terhadap al-muwatta’ dan kualitas
haditsnya:
a). Sufyan bin umayah dan al-suyuti seluruh hadits yang diriwayatkan
imama malik adalah shahih, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang
terpercaya.
b) abu bakar al-Abhari berpendapat, bahwa tidak semua hadits
al-muwata’ terdapat 222 hadits mursal,
623 mauquf, dan 285 maqtu’.
c) ibnu hajar al-asqolani menyatakan bhawa hadit ynag termuat dalam
al-muwata’ adalah shahih menurut imam
malik dan pengikutnya.
d) ibnu hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam maratib al-diniyah
ada 500 musnad, 300 mursal, dan 70 dhaif yang ditinggalkan imam malik.
e) al-ghafiqi berpendapat dalam al-muwata’ terdapat 27 hadits mursal
dan 15 hadits mauquf.
f) hasbhi as-shiddiqi menyatakan dalam al-muwatta’ terdapat hadits yang
shahih, hasan dan dhaif.
Selain penilaian Ulama’ tentang kualitas hadits
al-Muwathaa, ada pula ulama’ yang memberikan komentar terhadap kitab
al-Muwatha’, yang di antaranya adalah; a) Al-Syafi’i berkata bahwa di
dunia ini tidak ada kitab setelah al-Quran yang lebih shahih dari pada kitab
al-Muwatha’ Imam Malik. Sedangkan orang-orang Hijaz membernya gelar “ Sayyidi
Fuqahal Hijz”. b) Al-Hafidz al-Muglatayi al-Hanafi berkata, buah karya
Imam Malik adalah kitab shahih yang pertama kali. c) Waliyullah al-Dahlawi
berkata al-Muwatha’ aladah kitab yang paling shahih, masyhur dan paling
terdahulu pengumpulannya. d) Abdurrahman bin Waqid berkata, tidak ada seorang
pun di muka bumi ini yang seperti Imam Malik. e) Imam Yahya bin Sa’id al Qahthan dan Yahya
bin Ma’in memberi beliau gelar “Amirul Mu’minin Fil Hadits. ” Sementara Ibnu
Wahb berkata. Kalau bukan karena
(perantara) Imam Malik dan al-Laih niscaya kita akan sesat. Sehingga kitab ini
tetap di jadikan sebagai pegangan umat Islam dalam menjadikannya sebagai
rujukan suatu permaslahan.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau Imam Malik,
terkait hadits-hadits yang terdapat di dalam al-muwattha sekilas banyak
yang tidak bersambung sanadnya bahkan ada yang terputus, sehingga hal ini
acapkali menimbulkan kritikan dan keraguan dalam melihat kepastian suatu hukum,
dan di ragukan ke shahihannya, sebab untuk mencapai tingkatan hadits shahih di
butuhkan kejelasan dalam periwayatan hadits dan kebersambungan sanadnya. Dan
juga tidak kalah pentingnya yakni dalam al-Muwatha’ ini untuk di perhatikan
adalah Matan hadits, sebab ada kalanya Matan hadits di tambah dan di kurangi,
jika suatu hadits di tambah atau di kurangi, maka akan mengurangi terhadap
keotentikan haditsnya bahkan oleh sebagian Ulama’ di anggap hadits dlaif, yang
kedudukannya sangat lemah dalam kehujjahan hukum. Sanad dan matan merupakan hal
utama yang harus di perhatikan dalam penelitian suatu hadits dan dalam menjadikannya
sebagai sumber hukum.Posisi kitab al-Muwatha’ dalam sumber-sumber ilmu hadits
juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits, ada yang mengatakan
bahwa, al-Muwatha’ merupakan salah satu kutubu al-tis’ah (kitab yang sembilan),
ada pula yang mengatakan bahwa, al-Muwatha’, bukanlah semata-mata kitab hadits,
tetapi merupakan kumpulan kitab hadits yang pengumpulannya berdasarkan hukum
Fiqih. dan sebagai pengganti adalah Sunan al-Darimi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam malik merupkan seorang soosk imam yang sangta akan
haus akan ilmu itu semua terbukti bahwa beliau memeliki banyak guru, selain itu
beliau juga tidak main-main dalam menuntut ilmu beliau hanya akan mencari ilmu
kepada orang-orang yang benar-benar memahami ilmu tersebut dalam obyeknya.
Imam malik sudah berhasil meberikan fatwa pada usianya yang
masih muda yaitu pada usia 17 tahun, pada waktu itu di karenakan beliau
merupakan seorang soosk yang banyak memiliki ilmu terlebih dalam hadits selian
itu beliau juga merupakan orang yang kuat ingatannya selain itu juga imam-iamam
yang lian juga mengakuinya.
Kitab al-Muwatta’ adalah merupakan salah satu karya paling
monumental yang dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi
Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi
al-Madani atau yang lebih dikenal sebagai Imam malik. Selanjutnya kitab ini
merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61
kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).
B.
Saran
Sebagai seorang pemuda islam seharusnya kita
bisa meniru semangat beliau dalam menuntut ilmu, yang selalu haus akan ilmu dan
tak pernah merasa lelah dalam mencari ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Malik, Imam, 1992.
Muwatta’ , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
1 comments:
izin share ya :)
Post a Comment