Thursday 3 October 2013

Makalah Biografi Imam Malik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Al- Muwatta’ merupakan salah satu kitab yang sering di gunakan untuk merujuk hukum-hukum islam terutama dalam bidang fikih. Al-Muwata’ merupakan salah sati kitab yang paling momental pada abad pertama setelah generasi tabi’in.

Bahkan imam syafi’i pernah mengatakan bahwasanya di dunia ini tidak ada kitab yang paling sahhih setelah al-qur’an kecuali kiatab ini. Untuk mengetahui bagaimana lebih jelasnya mengenai kitab ini dan pengarangnya untuk itu saya disini mencoba untuk membahasnya.

      B.     Rumusan Masalah
1.      Siapakah Imam Malik itu?
2.      Bagaimana proses pencarian ilmunya?
3.      Siapa saja murid-murid beliau?
4.       Bagaimana latar belakang penyusunan kitab al-Muwata’?
5.      Bagaimana metode penyusunan dan klasifikasinya?
6.      Bagaimana sistematika penulisan?
7.       Bagaimana komentar  ulama dan kritik terhadap kitab al-muwata’, kualitas haditsnya?
      C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui siapakah Imam Malik.
2.      Unutk mengetahui proses pencarian ilmu Imam Malik.
3.      Untuk mengetahui siapa saja murid-murid beliau
4.      Unutk mengetahui latar belakang penyusunan kitab al-Muwata’.
5.      Unutk mengetahui metode penyusunan dan klasifikasinya.
6.      Untuk mengetahui sistematika penulisan
7.      Untuk mengetahui komentar  ulama dan kritik terhadap kitab al-muwata’, kualitas haditsnya.







BAB II
PEMBAHASAN
      A.    Biografi imam malik

            Imam Malik lahir di kota Madinah pada tahun 93 H memiliki  nama lengkap yakni Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amr bin al-Haris bin Usman bin Jusail bin Amr bin al-Haris al-Ashbahaniy al-Himyariy, Abu ‘Abdillah al-Madaniy.dan sub suku  dari Himyar, salah satu suku Qahtani yakni suku yang menguasai sebuah kerajaan besar pada masa jahiliyya. Kerajaan mereka di kenal dengan tatabi’a( jamak dari kata Tubba’). Tubba’ di sebutkan di dua tempat dalam Al-qur’an yang mulia.

            Kakek bapaknya, Abu Amir diperkirakan oleh sementara orang sebagai salah satu sahabat nabi.  Disebutkan juga bahwa ia ikut serta dalam seluruh peperangan yang diidkitu Rosul allah, semoga Allah merahmatinya, kecuali pada perang Badar. Akan tetapi, Ibn hajar menyebutkan dalan isaba karya Adh-Dhahabi bahwa ia tidak menemukan seseorangpun yang menyebutnya sebgai salah seorang sahabat nabi, meskipun ia memang hidup semasa dengan nabi.

            Sedangkan Malik ibn abi Amir, kakek Imam Malik, adalah salah seorang ulama besar Tabi’un.  Ia adalah salah satu dari mereka yang menulis mushaf di masa amir al-mu’min Utsman ibn affan, semoga Allah mencintainya.  Ia memiliki empat orang anak: Anas bapaknya imam malik. Abu Suhayl yang nama sebenarnya adalah Nafi’ ar-Rabi’ dan Uways kakek dari Ismail ibn Abi Uways dan saudaranya Abd al –Hamid.  Kedua orang ini (ismail dan Abd al-Hamid) merupakan murid diantara murid-murid lain dari imam malik, sekaligus periwayat hadits-hadits shahih.  Empat bersaudara(Anas, bapak Imam Malik dan saudara-saudaranya) meriwayatkan dari bapak mereka, Malik ibn Abi Amir dan yang lainnya, kemudian meriwayatkan dari mereka.  Yang paling terkenal di antara mereka, dalam konteks pengetahuan dan periwayatan, adalah Abu Suhayl. Imam Malik menghubungkan diri dengannya sebagaimana yang dilakukan oleh periwayat-periwayat hadits-hadits shahih lainnya.  Al-Bukhori, Muslim, dan yang lain banyak meriwayatkan dari Malik bin Abi Amir dan anaknya Abu Suhayl.
            Dengan ini terbukti bahwa Imam malik merupakan anak keturunan dari mereka yang terkenal dalam periwayatan dan pengetahuan.  Sebagian di keutamaan keluarga ini melahirkan tersebut terjadi pada tahun 90 setelah hijrah, meskipun juga ada pendapat-pendapat lain. Ia meninggal pada usia 87, menurut catatab yang paling mayekinkan, meskipun ada pula yang mengatakan bahwa usianya mencapai 90 tahun.  Ia semoga Allah membetkatiny, berpostur tinggi dan sedikit gemuk.  Rambutnya botak, dengan kepala yang besar dan mata yang bagus dan berjenggot banyak.  Mus’ab az-Zubayri mengatakan bahwa “Malik adalah seorang yang memiliki wajah tertampan, bermatta menarik, berkulit putih bersih, tinggi badannya serasi dan bentuk tubuh yang amat baik. Yang lain mengatakan” ukuran tinggi Imam malik sedang:. Gambran yang pertama lebih dikenal.
            Diantara karya-karya beliau antara lain; Risalah Ila Ibn Wahb fi al-Qadr, Kitab An-Nujum, risalah fi al-Aqdhiyah, tafsir li Gharib Alquran, risalah Ila Lais bin Sa’ad, Kitab Syiar, Kitab al-Manasik, Risalah Ila Abu Hasan, dan Kitab al-Muwaththa’
B.     Pencarian Ilmunya
            Pada saat malik tumbuh  dewasa dan pada masa sebelumnya, Madina al-Munawwara berkembang dengan para ulama besar yang merupakan pewaris langsung pengetahuan para sahabat. Diantara mereka adalah ‘tujuh fuqoha kota madina (atau sepuluh fuqoha) dan sahabat-sahabat mereka yang belajar dari mereka.   Malik sendiri selalu haus akan ilmu dan mengabdikan dirinya untk mengumpulkan ilmu dari tokoh-tokoh tersebut.  Ia minum dan minum lagi dari pancuran air pengetahuan yang segra dan manis.
            Dalam membaca al-qur’an ia diaajari oleh Imam nafi’ ibn Abd ar-Rahman ibn abi Nu’aym, imam para pembaca al-qur’an kota madinah dan salah satu dari tujuh membaca al-qur’an.” Abu ‘Amr ad-Dani yang memasukkan biografi Imam Malik dalam bukunya Tabaqat al-Qurra menganggapnya sebagi salah seorang pembaca al-Qur’an. Ia menyebutkan bahwa Imam al-Awzai belajar al-Qur’an. ia menyebutkan bahwa imam al-Awza’i belajar al-qur’an dari Malik, ketika ia berusaha memahami tafsirnya. 

            Imam Malik bertemu dengan sejumlah besar orang yang mewarisi ilmu pengetahuan dari para sahabat dan tokoh-tokoh tabi’un. Ia tidak menghadiri kelompok setiap orang yang duduk mengajar di masjid nabi ataupun mereka yang bersandar di tiang-tiang masjid nabi mengajarkan hadits Rasul Allah SAW, tapi Malik biasanya hanya belajar di orang yang ia pandang memiliki ketaqwaan, ketelitian,ingatan yang baik, pengetahuan dan pemahaman, dan dari mereka yang benar-benar mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap apa yang mereka katakan di hari kebangkitan.  Shu’ba ibn al’hajaj, slah seorang ulama besar hadits, mengatakan bahwa Malik sangat membedakan( ia tidak menulis/ mencatat dari setiap orang.”

            Mengetahui bahwa imam malik berasal dari sebuah keluarga berilmu dan tumbuh besar di Madina al-Munawwara yang merupakan ibu kota ilmu pengetahuan di saat itu, khususnya ilmu hadits dan juga mengetahui kuatnya ingatan Malik, pemahaman, taqwa, keteguhan dan ketabahannya dalam menghadapi segala hambatan pencarian ilmu, tidaklah mengherankan jika kita melihat bahwa ia dapat menyelesaikan pelajarannya pada usia yang sangat muda.  Periwayatan yang dapat di percaya bahwa ia sudah duduk memberikan fatwa pada umur 17 tahun. Ini bukan karena ambisi anak muda  atau karena hastratnya untuk tampil. Akan tetapi 70 orang imam telah bersaksi bahwa

            Imam Malik memiliki banyak guru tempatnya menimba ilmu, bahkan ada yang menyebutkan bahwa dia mempunyai guru sampai 900 orang. Diantara guru-gurunya tersebut adalah: Ibn Hurmuz (w.148), Muhammad Ibn Sihab azs-Zuhri (w.123/124 H). Nafi’ maula ibn Umar (w.117/119, 120 H). Imam Ja’far as-Shadiq bin Muhammad bin ali al-Husain bin Ali bin Abi Thalib (80-148 H). Rabi’ah ar-Ra’yi bin Abi Abdirrahman (w.130/136 H). ‘Amir bin Abdillah bin az-Zubair bin al-Awwam. Na’im bin Abdillah al-Majmar. Zaid bin Aslam. ‘Abdillah bin Dinar al-Adawi Abu ‘Abdurrahman al-Madini Maula bin ‘Umar (w.127 H).dan sebagainya.

    C.    Murid-Murid Imam Malik
Kebanyakan imam-imam yang termasyhur pada zaman Imam malik adalah murid beliau imam malik dan murid-muridnya datang dari berbagai penjuru negeri. 

Oleh karena itu ia tinggal di Madinah, maka keadaan ini dapat memberi kesempatan yang baik kepada orang-orang yang naik haji yang datang menziarahi makam Rasulullah saw. menemui beliau. Di samping itu pula disebabkan umurnya sudah meningkat sembilan puluh. 

Telah diceritakan dari Imam Malik bahwa di antara murid-muridnya ialah guru-guru dari golongan tabi’in mereka itu ialah : Az-Zuhri, Ayub Asy-Syakh-fiyani, Abul Aswad, Rabi’ah bin Abi Abdul Rahman, Yahya bin Said Al-Ansari, Musa bin ‘Uqbah dan Hisyam bin ‘Arwah. 

Dan golongan bukan tabi’in : Nafii’i bin Abi Nu’im, Muhammad bin Ajlan, Salim bin Abi Umaiyyah, Abu An-Nadri, Maula Umar bin Abdullah dan lain-lainnya. 

Dari sahabatnya : Sufyan Ath-Thauri, Al-Liat bin Sa’d, Hamad bin Salamah, Hamad bin Zaid, Sufyan bin Uyainah, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Syarik Ibnu Lahi’ah dan Ismail bin Kathir dan lain-lain. 

Di antara murid-muridnya juga ialah : Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman Ibnu Al-Qasim, Asyhab bin Abdul Aziz, Asad bin Al-Furat, Abdul malik bin Al-Majisyun dan Abdullah bin Abdul Hakim. 

Muhammad Al-Hasan As-Sibiani adalah muridnya Abu Hanifah pernah berkata : Aku duduk di pintu rumah Malik selama tiga puluh tahun dan aku telah mendengar lebih dari tujuh ratus lafal hadits.

Komentar Ulama terhadap Imam malik
Ulam besar yang hidup semasa dengan imma malik dan yang datang setelah masa tersebut semuanya  setuju tentang keunggulan imamm malik ia dipandang sebagi sebuah tiang pengetahuan dan salah satu bentengnya, memuji ketakwaannya , ingatannya yang kuat, kebenaran periwayatannya  dan kemampuannya dalam mebuat fatwa.  Ia sangat menghargai hadits Rosul SAW.

Tidak ada yang memungkiri kenyataan bahwa  al-layth,al-awza’i, ibnu al-mibaraok Shu’ba Ibnu Al-Hajaj,’Abd AR-Razak dan ulam besar seperti mereka enjadikan imam  Malik sebgai sumber  periwayatan. Imam Syafi’i  merupakan salah satu muridnya ydengan haditsang paling menonjol, demikian pula Imam Muhammad  Ibn al-Hassan ash-syaibani, sahabat abu hanifah.

Kita temukan bahwa Hafiz Abu Bakar al-Bayhaqi memulai kitab besarnya” sunan”  dengan hadits “ artinya adalah murni  yang bersumber pada periwayatan Imam Syafi’i  dari Malik dan juga Abu Daud dari Malik. Ia menyebutjan bahwa  safi’i betkata “ Ada seorang dalam isnad yang tidak saya ketahui .” kemudian al-Bayhaqi berkata di akhir bukunya ,” namun demikian,  yang menjadi kekuatan isnad adalah (tingkat) kepercayaan yang ada pada wuwatta imam malik.
Ahmad ibn Salih berkata: “ saya tidak mengetahui ada orang yang dalam menyeleksi manusia dan ulama lebih berhati-hati drai Malik.

Dalam taqrib ta-Tahdhib, ibn Hajar  berkata: “Mlaik ibn Abbas ibn Malik adalah seorang ahli fikih, imma dari kota hijra( madinah),  peminpin dari orang- orang yang memiliki takwa, dan yang terbesar dari orang-orang yang kita ketahui. Tentangnya, al-Bukhori berkata: isnad-isnad (rujukan) terkuat adalah yang berasal dari malik yang memperolehnya dari nafi, sementara Nafi, memperolehnya dari Ibn Umar.

      D.    Latar Belakang Penyusunan kitab al-muwata’    
Ada beberapa versi yang mengemuka mengenai latar belakang penyusunan al-Muwatta’adalah adanya problem politik dan sosial keagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi politik yang penuh konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar (Khawarij, Syi’ah-Keluarga Istana) yang mengancam integritas kaum Muslim. Di samping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik. 

Versi yang lain menyatakan penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak.

Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum sebagai Kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab resmi negara.

Sementara versi yang lain, di samping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agama.

E.     Metode penyusunan dan klasifikasi kitab Al-Muwatta’
Secara khusus, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang di pakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwatha’. Namun sacara umum dengan melihat penjelasan dan cara pembukuan yang di lakukan oleh Imam Malik dalam kitabnya, metode yang di pakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam (fiqih) pada bab per bab (tabwib) dengan mencantumkan hadis-hadis yang bersumber langsung dari Nabi saw, yang disebut dengan Marfu’ dan yang besumber dari sahabat Nabi saw, yang di sebut dengan Mauquf ataupun yang berasal dari tabi’in, yang disebut Maqthu’. Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan, yang berupa; a) penyeleksian terhadap hadis-hadis yang di sandarkan kepada Nabi.saw. b) atsar atau fatwa sahabat. c) fatwa tabi’in.d) Ijma’ ahli madinah dan e) imam malik sendiri.Meskipun sebenarnya kelima tahapan tersebut tidak selalu muncul besamaan dan digunakan dalam setiap pembahasan dan urutan pembahasannya, beliau imam Malik mendahulukan penulusuran dari hadits Nabi saw. yang telah diseleksi sebagai acuan pertama yang dipakai Imam Malik, sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dijoelaskan Imam Malik jika perlu di jelaskan. Dalam penyeleksian suatu hadis, ada empat kriteria yang dikemukakan Imam Malik dalam mengkritisi periwayatan hadits, keempat kriteria tersebut adalah; a) periwayat bukan orang yang berperilaku jelek. b) periwayat bukan ahli bid’ah c) periwayat bukan orang yang suka berdusta dalam hadits d) periwayat bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.
       
          F.      Sistematika penulisan
            Imam malik dalam mengklasifikasi hadits-hadits yang terdapat dalam AL-Muwatta’ berdasarkan pada sistematika yang dipakai dalam kitab fikih, yaitu dengan klasifikasi hadits sesuai dengan hukum fikih. Dalam kitab riwayat syekh yahya bin yahya bin Katsir al-Laytsi al-Andalusi al-Qutrhubi(243 H), kitab ini terdiri dari dua juz 61 bab dan 1824 hadits. Kitab al-muwata’ mayoritas berisi tentang fikih, ada pula tentang tauhid akhlak dan al-qur’an.  

  G. Komentar  ulama dan kritik terhadap kitab al-muwata’, kualitas haditsnya
            Meskipun iamma malik telah berupaya selektif mungkin dalam menyaring hadits-hadits yang diterima untuk di himpun, tetapi para muhaditsin berbeda pendapat dalam memberi komentar dan penilaian  terhadap al-muwatta’ dan kualitas haditsnya:

a). Sufyan bin umayah dan al-suyuti seluruh hadits yang diriwayatkan imama malik adalah shahih, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya.
b) abu bakar al-Abhari berpendapat, bahwa tidak semua hadits al-muwata’  terdapat 222 hadits mursal, 623 mauquf, dan 285 maqtu’.
c) ibnu hajar al-asqolani menyatakan bhawa hadit ynag termuat dalam al-muwata’  adalah shahih menurut imam malik dan pengikutnya.
d) ibnu hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam maratib al-diniyah ada 500 musnad, 300 mursal, dan 70 dhaif yang ditinggalkan imam malik.
e) al-ghafiqi berpendapat dalam al-muwata’ terdapat 27 hadits mursal dan 15 hadits mauquf.
f) hasbhi as-shiddiqi menyatakan dalam al-muwatta’ terdapat hadits yang shahih, hasan dan dhaif.

Selain penilaian Ulama’ tentang kualitas hadits al-Muwathaa, ada pula ulama’ yang memberikan komentar terhadap kitab al-Muwatha’, yang di antaranya adalah;  a) Al-Syafi’i berkata bahwa di dunia ini tidak ada kitab setelah al-Quran yang lebih shahih dari pada kitab al-Muwatha’ Imam Malik. Sedangkan orang-orang Hijaz membernya gelar “ Sayyidi Fuqahal Hijz”. b) Al-Hafidz  al-Muglatayi al-Hanafi berkata, buah karya Imam Malik adalah kitab shahih yang pertama kali. c) Waliyullah al-Dahlawi berkata al-Muwatha’ aladah kitab yang paling shahih, masyhur dan paling terdahulu pengumpulannya. d) Abdurrahman bin Waqid berkata, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang seperti Imam Malik.  e) Imam Yahya bin Sa’id al Qahthan dan Yahya bin Ma’in memberi beliau gelar “Amirul Mu’minin Fil Hadits. ” Sementara Ibnu Wahb berkata.  Kalau bukan karena (perantara) Imam Malik dan al-Laih niscaya kita akan sesat. Sehingga kitab ini tetap di jadikan sebagai pegangan umat Islam dalam menjadikannya sebagai rujukan suatu permaslahan.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau Imam Malik, terkait  hadits-hadits yang terdapat di dalam al-muwattha sekilas banyak yang tidak bersambung sanadnya bahkan ada yang terputus, sehingga hal ini acapkali menimbulkan kritikan dan keraguan dalam melihat kepastian suatu hukum, dan di ragukan ke shahihannya, sebab untuk mencapai tingkatan hadits shahih di butuhkan kejelasan dalam periwayatan hadits dan kebersambungan sanadnya. Dan juga tidak kalah pentingnya yakni dalam al-Muwatha’ ini untuk di perhatikan adalah Matan hadits, sebab ada kalanya Matan hadits di tambah dan di kurangi, jika suatu hadits di tambah atau di kurangi, maka akan mengurangi terhadap keotentikan haditsnya bahkan oleh sebagian Ulama’ di anggap hadits dlaif, yang kedudukannya sangat lemah dalam kehujjahan hukum. Sanad dan matan merupakan hal utama yang harus di perhatikan dalam penelitian suatu hadits dan dalam menjadikannya sebagai sumber hukum.Posisi kitab al-Muwatha’ dalam sumber-sumber ilmu hadits juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits, ada yang mengatakan bahwa, al-Muwatha’ merupakan salah satu kutubu al-tis’ah (kitab yang sembilan), ada pula yang mengatakan bahwa, al-Muwatha’, bukanlah semata-mata kitab hadits, tetapi merupakan kumpulan kitab hadits yang pengumpulannya berdasarkan hukum Fiqih. dan sebagai pengganti adalah Sunan al-Darimi


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Imam malik merupkan seorang soosk imam yang sangta akan haus akan ilmu itu semua terbukti bahwa beliau memeliki banyak guru, selain itu beliau juga tidak main-main dalam menuntut ilmu beliau hanya akan mencari ilmu kepada orang-orang yang benar-benar memahami ilmu tersebut dalam obyeknya.

Imam malik sudah berhasil meberikan fatwa pada usianya yang masih muda yaitu pada usia 17 tahun, pada waktu itu di karenakan beliau merupakan seorang soosk yang banyak memiliki ilmu terlebih dalam hadits selian itu beliau juga merupakan orang yang kuat ingatannya selain itu juga imam-iamam yang lian juga mengakuinya.

Kitab al-Muwatta’ adalah merupakan salah satu karya paling monumental yang dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani atau yang lebih dikenal sebagai Imam malik. Selanjutnya kitab ini merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).
B.     Saran
Sebagai seorang pemuda islam seharusnya kita bisa meniru semangat beliau dalam menuntut ilmu, yang selalu haus akan ilmu dan tak pernah merasa lelah dalam mencari ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Malik, Imam, 1992.  Muwatta’ , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Pengumumam Seleksi Administrasi CPNS 2017 (Update 6 September 2017)

Hasil seleksi administrasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)  dan Mahkamah A...